Monday 3 January 2011

Makalah Hari Kiamat


ABSTRAK

Begitu kata hari Akhir disebut, biasanya seorang muslim langsung teringat akan hari Kiamat, yakni disaat di mana Allah mendatangkan kehancuran total atas dunia yang fana ini. Jadi beriman akan datangnya hari Akhir, identik dengan beriman akan terjadinya hari Kiamat. Ini memang benar, tapi belum lengkap. Sebab, kelangkapan iman kepada hari Akhir mencakup :
1. Iman akan apa-apa yang bakal terjadi sebelum hari Kiamat (tanda-tanda akhir zaman),
2. Iman akan terjadinya peristiwa hari Kiamat, dan
3. Iman akan apa-apa yang bakal terjadi sesudah hari Kiamat.
Banyak muslim yang memiliki cukup pengetahuan mengenai “Iman terhadap apa-apa yang bakal terjadi sesudah hari Kiamat”. Umumnya, kita sudah tahu bahwa sesudah kiamat akan datang Yaumul Ba’ats (hari Bangkit, di mana manusia dihidupkan kembali). Seterlah itu akan datang Yaumul Mahsyar (hari Penghimpunan, di mana manusia dihimpun di Padang Mahsyar). Setelah itu akan datang Yaumul Mizan (hari Pengadilan, di mana manusia diadili seadil-adilnya orang per orang). Lalu, yang terakhir barulah Al-Akhirah (Akhirat), tempat hidup yang final dan kekal. Manusia hanya memiliki dua opsi di alam akhirat tersebut. Bila dia sukses pada Yaumul Mizan maka dia akan bernasib sa’idun أَبَدً فِيهَا خَالِدِينَ (bahagia kekal selama-lamanya di Jannah taman-taman surga Allah penuh kenikmatan). Semoga Allah memasukkan kita ke dalam golongan ini. Sedangkan mereka yang gagal pada hari Pengadilan tersebut maka dia akan bernasib syaqiyun أَبَدً فِيهَا خَالِدِينَ (sengsara kekal selama-lamanya, di dalam neraka Allah penuh siksaan). Naudzubillahi min dzalik!.
Yang menjadi masalah adalah masih banyaknya saudara-saudara kita yang belum mengerti, bahkan mungkin tidak terlalu peduli terhadap “apa-apa yang bakal terjadi sebelum hari Kiamat”. Padahal pengetahuan serta iman akan bagian ini justru merupakan perkara yang sangat urgen dan relevan dengan kehidupan kita dewasa ini. Apalagi tatkala kita menyadari bahwa umat Islam merupakan umat akhir zaman. Artinya, tak akan ada lagi umat manusia sesudah umat Nabi Muhammad SAW. We are tha last of mankind living at the end of time. Dan, bila demikian keadaannya, berarti kita akan menjalani kehidupan yang terus menerus dipenuhi dengan bermunculannya tanda-tanda akhir zaman hingga tibanya hari Kiamat.
Semakin mendekati hari Kiamat, tanda-tanda akhir zaman yang bermunculan semakin banyak mengandung fitnah dan menjadi ujian berat bagi setiap umat mukmin. Namun demikian, manusia masih diberi kesempatan oleh Allah SWT untuk beramal. Manusia masih memiliki freedom of choice –kebebasan memilih- antara jalan yang benar dengan jalan yang salah. Antara tetap memilih iman atau menanggalkannya, alias kafir.
Melihat keadaan zaman sekarang, orang-orang cenderung melupakan akan datangnya hari Kiamat. Oleh karena itu, penulis merasa terpanggil hatinya untuk menulis makalah tentang pembahasan hari Kiamat, agar menjadikan pelajaran bagi penulis, umumnya bagi kita semua.

















KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur marilah kita panjatkan dan haturkan kepada Allah SWT., yang telah memberikan nikmat yang paling hakiki yaitu nikmat iman dan islam. Tak lupa Shalawat beserta salam semoga tercurah limpahkan kepada Rasululah SAW, keluarganya, sahabatnya dan semoga sampai pada kita selaku umatnya. Amin.
Sebagai mana kita ketahui bahwa mata kuliah agama Islam adalah salah satu mata kuliah pengembangan kepribadian bagi mahasiswa yang mengambil program studi manajemen. Dengan adanya tugas makalah mata kuliah agama Islam dengan topik “Hari Kiamat” bagi penulis adalah tantangan untuk mengembangkan dan meneliti tentang ilmu pendidikan agama Islam di sekitar kita. Karena akan sulit apabila kita hanya bicara teori sedangkan realisasi di lapangan tidak ada.
Kita ketahui bersama bahwa hari Kiamat adalah peristiwa yang pasti akan terjadi. Kita tidak tahu kapan hari Kiamat itu terjadi. Para Nabi pun, mereka tidak tahu. Hanya mereka diberi tahu tanda-tanda akan datangnya hari Kiamat. Menjadi pertanyaan bagi kita semua adalah “Apakah kita semua percaya dengan hari Kiamat? Apa yang sudah dipersiapkan untuk bertemu dengan Allah SWT? Apakah sekarang ini sudah ada tanda-tanda hari Kiamat?”. Inilah mungkin yang menjadi dasar kami membuat makalah ini.
Penyusun ingin mengucapkan terima kasih kepada Ibu Hj Yani Rohmayani, Dra.,M.Ag., selaku dosen mata kuliah Agama Islam yang telah member motivasi dan acuan untuk pembuatan makalah ini, kepada orang tua dari penyusun yang tak henti-hentinya memberikan do’a juga kepada teman-teman dari manajemen angkatan 2010.
Tak ada gading yang tak retak. Walaupun penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, tapi penulis berharap mudah-mudahan ada manfaatnya, khususnya bagi penyusun dan umumnya bagi semua oranng. Karena penulis teringat akan Hadist Nabi SAW., “Sebaik-baik manusia adalah manusia yang berguna bagi prang lain”.
Mohon maaf apabila masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penulisan makalah ini. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun penulis harapkan. Atas perhatiannya penyusun ucapkan terima kasih.

“Wahai segenap manusia, menyerulah kepada yang ma'ruf dan cegahlah dari yang mungkar sebelum kamu berdo'a kepada Allah dan tidak dikabulkan serta sebelum kamu memohon ampunan dan tidak diampuni. Amar ma'ruf tidak mendekatkan ajal. Sesungguhnya para robi Yahudi dan rahib Nasrani ketika mereka meninggalkan amar ma'ruf dan nahi mungkar, dilaknat oleh Allah melalui ucapan nabi-nabi mereka. Mereka juga ditimpa bencana dan malapetaka. (HR. Ath-Thabrani)”.


Bandung, Oktober 2010


Penulis













DAFTAR ISI

ABSTRAK 1
KATA PENGANTAR 3
DAFTAR ISI 5
BAB I 6
PENDAHULUAN 6
1.1 LATAR BELAKANG 6
1.2 RUMUSAN MASALAH 8
1.3 TUJUAN DAN KEGUNAAN PENULISAN MAKALAH 8
BAB II 9
PEMBAHASAN 9
2.1 BUKTI-BUKTI KENISCAYAAN HARI AKHIR 11
2.2 KEHIDUPAN DI ALAM BARZAKH 16
2.3 KEHIDUPAN AKHIRAT 19
2.4 KAPAN HARI AKHIR TIBA 23
2.5 HIKMAH KEPERCAYAAN TENTANG HARI KEBANGKITAN 25
2.6 TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM MENYIKAPI HARI KIAMAT DAN TANDA-TANDA KEDATANGANNYA 27
2.7 TANDA-TANDA KECIL DATANGNYA KIAMAT 30
2.8 TANDA-TANDA MENENGAH DATANGNYA KIAMAT 32
2.9 TANDA-TANDA BESAR DATANGNYA KIAMAT 34
2.10 URUTAN PERISTIWA PADA HARI KIAMAT 37
BAB III 41
PENUTUP 41
3.1 SIMPULAN 41
3.2 SARAN 42
DAFTAR PUSTAKA 43


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Kiamat merupakan suatu keniscayaan yang pasti akan terjadi sebagai tanda kematian untuk seluruh alam semesta. Tidak ada satu makhluk pun di alam semesta yang dapat meloloskan diri dari kiamat. Manusia, jin, setan, binatang, tumbuhan, dan makhluk lainnya pasti binasa. Kemudian, mereka dibangkitkan kembali dan dihisab (diperhitungkan amalannya) untuk diputuskan mana yang akan Allah kirimkan ke surga dan mana yang akan dicampakkan ke dlam neraka Jahannam. Hal ini adalah janji Allah yang tidak terbantahkan, sebagaimana firman Allah SWT :
“Maka apalagi yang mereka tunggu-tunggu selain hari kiamat, yang akan datang kepada mereka secara tiba-tiba karena tanda-tandanya sungguh telah datang. Maka apa gunanya bagi mereka kesadaran mereka itu apabila (hari kiamat) itu sudah datang?” (Q.S. Muhammad :18)
Kiamat, sebagaimana dalam firman Allah tersebut, akan di dahului oleh tanda-tanda, baik yang bersifat shugra (kecil), wustha (menengah), ataupun kubro (besar). Bahkan, sebagian besar dari tanda-tanda tersebut sudah terjadi. Banyak ulama mengatakan bahwa kita sedang memasuki fase akhir zaman. Sebab, umat Muhammad merupakan umat terakhir yang akan menjalani sisa hidup, sebelum kiamat tiba.
Orang-orang yang berakal dan mau berfikir, bagi mereka kehidupan dunia hanyalah ujian untuk kehidupan abadi di akhirat kelak. Mereka yakin, jika bukan karena akhirat maka tidak akan ada kehidupan dunia. Sebab, kehidupan akhirat adalah kehidupan yang pasti akan datang dan kehidupan dunia adalah fana. Sebagaimana janji Allah SWT dalam firman-Nya :
“Dan (ingatlah) akan hari (yang ketika itu) kami perjalankan gunung-gunung dan kamu akan dapat melihat bumi itu datar dan Kami kumpulkan seluruh manusia serta tidak Kami tinggalkan seorang pun dari mereka. Dan mereka akan dibawa ke hadapan Tuhanmu dengan berbaris. Sesungguhnya kamu datang kepada Kami, sebagaimana Kami menciptakan kamu pada kali yang pertama, bahkan kamu mengatakan bahwa Kami sekali-kali tidak akan menetapkan bagi kamu waktu (memenuhi) perjanjian .” (Q.S. Al-Kahfi : 47-48)
Kapan Kiamat akan terjadi ? Sungguh, pengetahuan tersebut hanya berada di sisi Allah SWT. Tiada satu zat pun yang mengetahuinya, bahkan malaikat dan rasul-rasul Allah sekalipun.
“Sesungguhnya hari kiamat itu akan datang. Aku merahasiakan (waktunya) agar tiap-tiap diri itu dibalas dengan apa yang ia usahakan. Maka sekali-kali janganlah kamu dipalingkan daripadanya oleh orang yang tidak beriman kepada-Nya dan oleh orang yang mengikuti hawa nafsunya yang menyebabkan kamu jadi binasa.” (Q.S. Thaha : 15-16)
“Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang kiamat, ‘Bilakah terjadinya?’ Kataknlah, ‘Sesungguhnya, pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi Tuhanku. Tidak seorang pun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia. Kiamat itu sangat berat (huru-haranya bagi makhluk) yang ada di langit dan di bumi. Kiamat tidak akan datang kepadamu melainkan dengan tiba-tiba’. Mereka bertanya kepadamu sekan-akan kamu benar-benar mengetahuinya. Katakanlah (Muhammad), ‘Sesungguhnya pengetahuan tentang hari kiamat itu adalah di sisi Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. “ (Q.S. Al-A’raf: 187)
Dengan demikian, jelaslah bahwa tiada satupun perhitungan dan ramalan di bumi yang dapat menetapkan kapan kiamat akan terjadi. Sungguh, kelancangan yang luar biasa bagi manusia, apabila mereka berani memastikan kapan akan terjadi kiamat. Jika seorang kekasih Allah SWT (Nabi Muhammad SAW) tidak diberikan kehormatan untuk mengetahuinya, tidaklah mungkin bagi suku maya, yang sejatinya adalah penyembah berhala (pemuja dewa-dewa yang disamarkan oleh barisan setan), mampu memastikan tanggal tertentu pada tahun 2012 sebagai tahun kehancuran umat manusia. Lagipula, jika kita benar-benar memperhatikan apa yang disampaikan di dalam film yang menggambarkan ramalan kiamat suku maya tersebut, bukanlah kiamat sebagaimana yang dijanjikan. Sebab, kehancuran yang digambarkan hanyalah meliputi bumi dan sebagian besar isinya.
Kiamat yang sesungguhnya adalah kehancuran seluruh alam semesta. Karenanya, tiada satu pun makhluk bernyawa, baik yang nyata atau yang tersembunyi, dapat menghindar dan menyelamatkan diri dari huru-hara kiamat. Kecuali, orang-orang yang bertaqwa. Mereka terlebih dahulu diwafatkan dengan tiupan angin sejuk yang dikirimkan oleh Allah sebelum Malaikat Israfil meniupkan sangkakalanya. Hal ini, disampaikan oleh Rasulullah SAW dalam hadistnya:
“Ketika keberadaan masyarakat seperti itu, tiba-tiba Allah mengutus angin sejuk yang bertugas mencabut nyawa orang-orang beriman hingga yang tersisa hanya orang-orang jahat. Mereka berbuat zina secara terang-terangan, sama dengan hewan. Merekalah yang mengalami kiamat. “(HR. Muslim)
1.2 RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang diatas, maka rumusan masalahnya adalah,
1. Apakah hari kiamat itu?
2. Apa saja tanda-tanda hari kiamat shugra dan kubra itu?
3. Ada berapa jenis kiamat itu?
4. Apakah hikmah yang dapat diambil?
1.3 TUJUAN DAN KEGUNAAN PENULISAN MAKALAH
1. Tujuan dari dibuatnya makalah ini, diantaranya :
a. Mengetahui ciri-ciri kiamat shugra dan kiamat kubra,
b. Mengetahui proses kejadian kiamat,
c. Mengetahui hikmah di balik proses kejadian kiamat,
d. Mengetahui bagaimana seharusnya kita sebagai umat muslim dalam menanggapi hari kiamat.
2. Kegunaan Penulisan Makalah
a. Bagi Penulis
Penulisan makalah ini disusun sebagai salah satu pemenuhan tugas terstruktur dari mata kuliah agama Islam dan tantangan untuk mengembangkan dan meneliti tentang ilmu pendidikan agama Islam khususnya tentang tanda-tanda hari Kiamat di sekitar kita.
b. Bagi pihak lain
Makalah ini diharapkan dapat menambah referensi pustaka yang berhubungan dengan hari Kiamat dan tanda-tandanya di sekitar kita.
BAB II
PEMBAHASAN
Hari Ahir, Kiamat, Pemahaman Dalam Tafsir Al-Quran. Ada dua hal pokok berkaitan dengan keimanan yang mengambil tempat tidak sedikit dalam ayat-ayat Al-Quran. Pertama adalah uraian serta pembuktian tentang keesaan Allah SWT; dan kedua adalah uraian dan pembuktian tentang hari akhir. Perhatikan misalnya:
“Mereka beriman kepada Allah dan hari kemudian, mereka menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar dan bersegera kepada (mengerjakan) pelbagai kebajikan; mereka itu termasuk orang-orang yang saleh”. (QS. Aali ‘Imran (Ali ‘Imran) [3] : 114)
“Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati”. (QS. Al-Baqarah [2] : 62)
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, Shabiin, dan orang-orang Nasrani, siapa saja diantara mereka yang beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, maka tidak ada kekhawatiran untuk mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS Al-Ma’idah [5]: 69).
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An-Nisaa’ (An-Nisa’) [4] : 59)
Perhatikan juga sabda Nabi saw yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim melalui Abu Hurairah yang menyatakan:” Siapa yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, maka hendaklah dia berkata benar atau diam”. Demikian terlihat bahwa keimanan kepada Allah berkaitan erat dengan keimanan kepada hari kemudian. Memang keimanan kepada Allah tidak sempurna kecuali dengan keimanan kepada hari akhir. Hal ini disebabkan keimanan kepada Allah menuntut amal perbuatan, sedangkan amal perbuatan baru sempurna motivasinya dengan keyakinan tentang adanya hari kemudian. Karena kesempurnaan ganjaran dan balasannya hanya ditemukan di hari kemudian nanti.Banyak redaksi yang digunakan Al-Quran untuk menguraikan hari akhir, misalnya yaum Al-Ba’ts (hari kebangkitan), yaum Al-Qiyamah (hari kiamat),’ yaum Al-Fashl (hari pemisah antara pelaku kebaikan dan kejahatan), dan masih banyak lainnya.
Al-Quran Al-Karim menguraikan masalah kebangkitan secara panjang lebar dengan menggunakan beberapa metode dan pendekatan. Kata “Al-Yaum Al-Akhir” saja terulang sebanyak 24 kali, di samping kata “akhirat” yang terulang sebanyak 115 kali. Belum lagi kata-kata padanannya. Ini menunjukkan betapa besar perhatian Al-Quran dan betapa penting permasalahan ini. Banyak juga sisi dari “hari” tersebut yang diuraikan Al-Quran, dan uraian itu -yang tidak jarang berbeda informasinya; bahkan berlawanan- diletakkan dalam berbagai surat. Seakan-akan Al-Quran bermaksud untuk memantapkan keyakinan tersebut -bagian demi bagian serta fasal demi fasal- dalam jiwa pemeluknya. Di sisi lain, banyak pula cara yang ditempuh Al-Quran ketika menguraikan masalah tersebut serta banyak pula pembuktiannya.
Penafsir besar Al-Biqa’i (809-885 H) mengamati bahwa “Kebiasaan Allah SWT adalah bahwa Dia tidak menyebut keadaan hari kebangkitan, kecuali Dia menetapkan dua dasar pokok, yaitu qudrat (kemampuan) terhadap segala yang sifatnya mungkin dan pengetahuan tentang segala sesuatu yang dapat diketahui baik yang bersifat kulli (umum) maupun juz’i (rinci). Karena, siapa pun tidak dapat melakukan kebangkitan kecuali yang menghimpun kedua sifat tersebut.” Untuk membuktikan hipotesisnya, Al-Biqa’i mengutip surat Al-An’am (6): 72-73.
Walaupun berdasarkan penelitian yang dilakukan Prof. Dr. M. Quraish Shihab dalam rangka menyusun disertasi, apa yang dikemukakan di atas tidak sepenuhnya benar. Namun dapat dikatakan bahwa kebanyakan ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang hari kebangkitan memang sifatnya demikian, apalagi jika dirangkaikan dengan ayat sebelum dan sesudahnya. Penyebutan kedua sifat itu agaknya merupakan argumen singkat menghadapi keraguan atau penolakan kaum musyrik menyangkut hari kiamat yang berdalih: “Apakah Tuhan mampu menghidupkan kembali tulang-belulang dan yang telah menyatu dengan tanah? Apakah Dia mengetahui bagian-bagian tubuh manusia yang telah berserakan bahkan telah bercampur dengan sekian banyak makhluk selainnya?”
Tentu saja tulisan ini tidak dapat menguraikan secara rinci seluruh persoalan “hari akhir” yang dikemukakan Al-Quran. Namun, semoga hal-hal pokok yang berkaitan dengannya dapat dikemukakan.
2.1 BUKTI-BUKTI KENISCAYAAN HARI AKHIR
Perlukah bukti tentang adanya hari akhir? Kehidupan sesudah mati pasti adanya. Bukankah makhluk yang termulia adalah makhluk yang berjiwa? Bukankah yang termulia di antara mereka adalah yang memiliki kehendak dan kebebasan memilih? Kemudian yang termulia dari kelompok ini adalah yang mampu melihat jauh ke depan, serta mempertimbangkan dampak kehendak dan pilihan-pilihannya. Demikian logika kita berkata. Dari sini pula jiwa manusia memulai pertanyaan-pertanyaan baru. Sudahkah semua orang melihat dan merasakan akibat perbuatan-perbuatannya yang didasarkan oleh kehendak dan pilihannya itu? Sudahkah yang berbuat baik memetik buah perbuatannya? Sudahkah yang berbuat jahat menerima nista kejahatannya? Jelas tidak, atau belum, bahkan alangkah banyak manusia-manusia baik yang dicambuk oleh kehidupan dengan cemeti-cemetinya, dan alangkah banyak pula orang-orang jahat yang disuapi oleh dunia dengan kenikmatan-kenikmatannya.
Kemah-kemah para perusak sangat menyenangkan. Mereka yang mendurhakai Tuhan (tampak) tenang. Ini semua dilihat oleh mataku, didengar oleh telingaku dan kuketahui sepenuhnya. Demikian Nabi Ayyub a.s. yang mengalami kepahitan hidup mengeluh kepada Tuhan. Karena itu, demi tegaknya keadilan, harus ada satu kehidupan baru di mana semua pihak akan memperoleh secara adil dan sempurna hasil-hasil perbuatan yang didasarkan atas pilihannya masing-masing. Itu sebabnya Al-Quran menamai hidup di akhirat sebagai al-hayawan yang berarti “Hidup yang sempurna”; dan kematian dinamainya wafat yang arti harfiahnya adalah “Kesempurnaan.”
Sekian banyak ayat Al-Quran yang menjelaskan hakikat di atas, antara lain:
“Sesungguhnya saat (hari kiamat) akan datang. Aku dengan sengaja merahasiakan (waktu)-nya. Agar setiap jiwa diberi balasan (dan ganjaran) sesuai hasil usahanya.” (QS Thaha [20]: 15).
Memang ada saja orang-orang yang tidak sabar dan tidak tahan menunggu. Mereka menghendaki agar perhitungan, ganjaran dan balasan diadakan segera -paling tidak di dunia ini juga. Tetapi mereka lupa bahwa hidup dan mati adalah ujian:
“(Allah) yang menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji kamu, siapakah di antara kamu yang paling baik amalnya.” (QS Al-Mulk [67]: 2).
Apakah mereka yang ingin segera melihat balasan itu menduga bahwa si pembunuh akan melangkah jika balasan segera ditimpakan kepadanya? Kemudian apakah masih bermakna suatu kebaikan bila segera pula dirasakan kesempurnaan ganjarannya? Jika demikian di mana letak ujiannya? Manusia dapat menyadari hal-hal di atas. Namun, Al-Quran masih tetap melayani mereka yang ragu dengan menampilkan dalil-dalil yang membungkam mereka. Berikut beberapa di antara dalil-dalil dimaksud.
Pertama, dalam surat Ya Sin (36): 78-83 Allah berfirman,
“Dan dia (manusia durhaka) membuat perumpamaan bagi kami dan dia lupa kepada kejadiannya. Dia berkata, ‘Siapakah yang dapat menghidupkan tulang-belulang yang telah hancur luluh?’ Katakanlah (hai Muhammad), ‘Ia akan dihidupkan oleh yang menciptakannya kali yang pertama (Allah). Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk. Yaitu Tuhan yang menjadikan untukmu api dari kayu yang hijau; maka tiba-tiba kamu nyalakan (api) dari kayu itu (memperoleh bahan bakar darinya). Dan tidakkah Tuhan yang menciptakan langit dan bumi berkuasa untuk menciptakan yang serupa dengan itu? Benar. Dia berkuasa dan Dialah Maha Pencipta lagi Maha Mengetahui. ‘Sesungguhnya keadaannya apabila Dia menghendaki sesuatu, hanyalah berkata kepadanya, ‘Jadilah!,’ maka terjadilah ia. Mahasuci Dia yang di tangan-Nya kekuasaan atas segala sesuatu dan kepadaNyalah kamu dikembalikan”.
Mari kita dengar uraian filosof Muslim, Al-Kindi, tentang kandungan ayat tersebut, sebagaimana dikutip oleh Abdul-Halim Mahmud dalam bukunya At-Tafkir Al-Falsafi Al-Islam (hlm. 73). Menurut Al-Kindi: Ayat ini menegaskan bahwa:
 Keberadaan kembali sesuatu setelah kepunahannya adalah bisa atau mungkin. Karena menghimpun sesuatu yang telah berpisah-pisah atau mengadakan sesuatu yang tadinya belum pernah ada, lebih mudah daripada mewujudkannya pertama kali. Meskipun demikian, bagi Allah tidak ada istilah “lebih mudah atau lebih sulit”. Hakikat ini diungkapkan oleh ayat di atas ketika menyatakan: Katakanlah bahwa ia akan dihidupkan oleh yang menciptakannya kalipertama.
 Kehadiran atau wujud sesuatu dari sumber yang berlawanan dengannya bisa terjadi, sebagaimana terciptanya api dari daun hijau (yang mengandung air). Ini diinformasikan oleh ayat yang berbunyi: Yang menjadikan untukmu api dari kayu yang hijau.
 Menciptakan manusia dan menghidupkannya setelah kematiannya, (lebih mudah bagi Allah) daripada menciptakan alam raya yang sebelumnya tidak pernah ada. Ini dipahami dari firman-Nya: Dan tidakkah Tuhan yang menciptakan langit dan bumi itu berkuasa menciptakan yang serupa dengan itu?
 Untuk menciptakan dan atau melakukan sesuatu, betapa pun besar dan agungnya ciptaan itu, bagi Tuhan tidak diperlukan adanya waktu atau materi. Ini jelas berbeda dengan makhluk yang selalu membutuhkan keduanya. Hal ini bisa dipahami dari firman-Nya: Jadilah, maka terjadilah ia.Manusia mana yang mampu dengan fasafah manusia, menghimpun (informasi) dalam ucapan sebanyak huruf-huruf ayat diatas, sebagaimana yang telah dthimpun oleh Allah untuk Rasul-Nya saw. Demikian komentar filosof Al-Kindi tentang ayat-ayat di atas.
Kedua, lihat misalnya surat Al-Isra’ yang menguraikan bagaimana pembuktian tentang kepastian hari kiamat -pada akhirnya ditemukan sendiri melalui tuntunan Al-Quran- oleh mereka yang tadinya meragukannya. Gaya ini digunakan oleh Al-Quran agar manusia merasa bahwa ia ikut berperan dalam menemukan satu kebenaran dan dengan demikian ia merasa memilikinya serta bertanggung jawab untuk mempertahankannya.
(Mereka bertanya), “Apakah bila kami telah menjadi tulang-belulang dan benda-benda yang hancur, masih dapat dibangkitkan kembali sebagai makhluk-makhluk yang baru?” Katakanlah, “Jadilah kalian batu, atau besi, atau apa saja yang menuntut pikiran kalian lebih mustahil untuk diciptakan kembali.” Maka mereka akan bertanya, “Siapakah yang akan menghidupkan kami kembali?” Katakanlah, “Yang telah menciptakan kamu pada kali pertama.” Lalu mereka akan menggeng-gelengkan kepala mereka kepadamu dan berkata, “Kapan itu (akan terjadi)?” Katakanlah, “Boleh jadi (dalam waktu) dekat” (QS Al-Isra’ [17]: 49-51).
Al-Quran -yang bermaksud melibatkan manusia dalam penemuan keyakinan tentang hari kebangkitan ini- tidak menjawab pertanyaan kaum musyrik tadi degan “ya” atau “tidak”. Tetapi, diajukan-Nya suatu problem baru yang belum terlintas dalam benak si penanya, yaitu dengan pernyataan yang diperintahkan kepada Nabi saw untuk disampaikan seperti terbaca di atas. Seakan-akan penggalan kata tersebut berbunyi, “Bagaimana seandainya setelah kematian nanti kalian bukan menjadi tulang-belulang yang pernah mengalami hidup, tetapi batu-batu atau besi-besi atau makhluk apa saja yang sama sekali belum pernah mengalami ‘hidup’ dan menurut kalian lebih mustahil untuk dihidupkan?” Pada saat itu Al-Quran mengajak akal mereka mengajukan pertanyaan yang mereka ajukan semula, “Siapakah yang akan menghidupkan itu semua kembali?” Jawabannya adalah, “Dia yang pertama kali mewujudkannya sebelum tadinya ia tiada.” Bukankah mewujudkan sesuatu yang pernah mengalami “hidup” lebih mudah daripada mewujudkan sesuatu yang belum pernah berwujud sama sekali. Di sini terlihat bahwa problem yang mereka ajukan sudah tidak berarti sama sekali. Bahkan “akal” mereka sendiri kelihatannya telah menyadari kelemahan argumen merreka, sehingga menimbulkan pertanyaan baru.
Ketiga, bertitik tolak dan hakikat di atas, seringkali Al-Quran menganalogikan hari kebangkitan dengan keadaan hujan yang menimpa tanah yang gersang. Surat Al-Hajj menyeru seluruh manusia:
”Wahai seluruh manusia, kalau kamu sekalian meragukan hari kebangkitan, maka (sadarilah bahwa) Kami menciptakan kamu dari tanah, kemudian nuthfah, kemudian ‘alaqah, kemudian mudhgah (sekerat daging) yang sempurna penciptaannya atau tidak sempurna penciptaannya, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan di dalam rahim apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang telah ditentukan. Kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, dan (secara berangsur-angsur) kamu sampai kepada (usia) kedewasaan. Di antara kamu ada yang diwafatkan dan ada pula yang dipanjangkan usianya sampai pikun, supaya (sehingga) dia tidak mengetahui lagi apa yang tadinya telah diketahui. Dan kamu lihat bumi itu tandus/mati, kemudian apabila Kami turunkan air (hujan) di atasnya hiduplah bumi itu dan suburlah ia serta menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah. Yang demikian itu karena sesungguhnya Allah adalah Yang Hak, Dia yang menghidupkan yang mati, Dia Mahakuasa atas segala sesuatu, dan hari kiamat pasti datang. Tidak ada keraguan atasnya dan Allah membangkitkan semua yang dikubur”. (QS Al-Hajj [22]: 5-7).
Manusia berasal dari tanah; bukankah makanannya berasal dari tumbuhan-tumbuhan dan binatang yang memakan apa yang terbentang di bumi Allah?Makanan tersebut diolah oleh tubuhnya, sehingga menghasilkan sperma. Pertemuan sperma dan ovum menghasilkan ‘alaqah’ sesuatu yang bergantung di dinding rahim. Kemudian ini melalui tahap-tahap seperti yang dikemukakan di atas, sehingga akhirnya manusia mati terkubur di bawah tanah atau menjadi tanah lagi. Nah apakah mustahil yang kini menjadi tanah, hidup lagi dengan kehidupan baru? Bukankah sebelumnya ia pun berasal dari tanah? Bukankah sehari-hari terlihat pula tanah yang gersang setelah dicurahi hujan -ditumbuhi pepohonan yang hijau? Kalau demikian mengapa meragukan kebangkitan? Demikian lebih kurang peringatan ayat di atas.
Keempat, kematian sama dengan tidur. Begitu pernyataan Al-Quran.
“Allah yang memegang jiwa (orang) saat kematiannya, dan (memegang) yang belum mati pada saat tidurnya. Maka Dia tahan jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya, dan Dia melepaskan jiwa yang lain (yang tidur dengan membangunkannya) sampai waktu yang Dia tentukan …” (QS Al-Zumar [39]: 42).
Untuk membuktikan adanya kebangkitan, Al-Quran menceritakan apa yang dilakukan Allah terhadap seorang yang mempertanyakan tentang “bagaimana kebangkitan”. Maka ditidurkannya yang bersangkutan selama seratus tahun, dan Dia menjadikan makanannya tetap utuh tidak rusak, sedangkan keledainya menjadi tulang-belulang. (Baca QS Al-Baqarah [2]: 259)
Bahkan sekelompok pemuda yang beriman yang terpaksa berlindung ke sebuah gua karena khawatir kekejaman penguasa masanya-ditidurkan selama tiga ratus tahun lebih, kemudian dibangunkan kembali oleh Allah. Kisah mereka diuraikan secara panjang lebar dalam surat Al-Kahf (18): 9-26 dan bekas-bekas peninggalan mereka berupa gua tempat persembunyian telah ditemukan beberapa kilometer dari kota Amman, Yordania. Kini gua itu menjadi salah satu objek yang dikunjungi para wisatawan dan peziarah. Demikian sedikit dari dalil dan bukti-bukti yang dikemukakan Al-Quran untuk menyingkirkan keraguan tentang hari kebangkitan.



2.2 KEHIDUPAN DI ALAM BARZAKH
Al-Quran tidak hanya menjelaskan tentang hari akhir, tetapi juga memberikan sekian banyak informasi menyangkut kejadian-kejadian saat kematian. kehidupan barzakh, dan peristiwa-peristiwa sesudahnya. Dengan kematian, seseorang beranjak untuk memasuki saat pertama dari hari akhir. Dalam sebuah riwayat dinyatakan bahwa: “Siapa yang meninggal, maka kiamatnya telah bangkit”. Kiamat ini dinamai kiamat kecil. Saat itu yang bersangkutan dan semua yang meninggal sebelumnya hidup dalam satu alam yang dinamai “alam barzakh”. Mereka semua menanti kedatangan kiamat besar, yang ditandai dengan peniupan sangkakala pertama sebagaimana akan diuraikan nanti.
Pada hari mereka melihat hari berbangkit itu, mereka merasa seakan-akan tidak tinggal (di dunia) melainkan (sebentar saja) di waktu sore atau pagi hari. (QS. An-Naazi’aat (An-Nazi’at) [79] : 46)
“… sehingga apabila datang kematian kepada seorang di antara mereka (yang kafir) ia berkata: “Ya Tuhanku, kembalikanlah aku, agar aku berbuat amal saleh terhadap yang telah aku tinggalkan.” (Allah berftrman), “Sekali-kali tidak! Sesungguhnya itu hanyalah perkatan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada barzakh (pemisah) sampai hari mereka dibangkitkan”. (QS Al-Mu’minun [23]: 99-100).
Dari segi bahasa, “barzakh” berarti “pemisah”. Para ulama mengartikan alam barzakh sebagai “periode antara kehidupan dunia dan akhirat”. Keberadaan di sana memungkinkan seseorang untuk melihat kehidupan dunia dan akhirat. Kehidupan di sana bagaikan keberadaan dalam suatu ruangan terpisah yang terbuat dari kaca. Ke depan penghuninya dapat melihat hari kemudian, sedangkan ke belakang mereka melihat kita yang hidup di pentas bumi ini.
Hadis-hadis Nabi pun dengan kualitas yang beraneka ragam- amat banyak yang berbicara tentang alam barzakh, sehingga amat riskan untuk menolak keberadaan alam itu hanya dengan menggunakan satu atau dua ayat yang sepintas terlihat berbeda dengan keterangan-keterangan tersebut. Ketika putra Nabi yang bernama Ibrahim meninggal dunia, Nabi saw bersabda: “Sesungguhnya ada yang menyusukannya di surga.” (HR Bukhari).
Imam Ahmad ibn Hanbal, Ath-Thabarani, Ibnu Abi Ad-Dunya, dan Ibnu Majah meriwayatkan melalui sahabat Nabi, Abu Said Al-Khudri, bahwa Nabi saw bersabda:
“Sesungguhnya yang meninggal mengetahui siapa yang memandikannya, yang mengangkatnya, yang mengafaninya, dan siapa yang menurunkannya ke kubur”.
Imam Bukhari juga meriwayatkan bahwa, “Apabila salah seorang di antara kamu meninggal, maka diperlihatkan kepadanya setiap pagi dan petang tempat tinggalnya (kelak di hari kiamat). Kalau dia penghuni surga, maka diperlihatkan kepadanya (tempat) penghuni surga; dan kalau penghuni neraka, maka diperlihatkan (tempat) penghuni neraka. Disampaikan kepadanya bahwa inilah tempatmu sampai Allah membangkitkanmu ke sana.” (HR Bukhari).
Ibnu Hisyam dalam Sirah-nya menuturkan sebuah riwayat bahwa Nabi saw setelah selesainya Perang Badar, menuju tempat pemakaman pemuka-pemuka kaum musyrik yang tewas ketika itu, dan memanggil nama-nama mereka satu per satu: “Wahai penghuni al-qalib (sumur atau kubur). Hai ‘Utbah bin Rabi’ah. Hai Syaibah bin Rabi’ah. Hai Umayyah bin Khalaf. Hai Abu Jahl bin Hisyam. Apakah kalian telah menemukan apa yang dijanjikan Tuhan kalian dengan benar? Karena sesungguhnya aku telah menemukan apa yang dijanjikan Tuhanku dengan benar.” Kaum Muslim yang ada di sekitar Nabi bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah engkau memanggil/berbicara dengan kaum yang telah menjadi bangkai (mati)?” Beliau menjawab: “Kamu tidak lebih mendengar dari mereka (tentang) apa yang saya ucapkan, hanya saja mereka tidak dapat menjawab saya.”
Di sisi lain Imam Muslim meriwayatkan bahwa Masruq berkata: “Kami bertanya (atau aku bertanya) kepada Abdullah bin Mas’ud tentang ayat, Janganlah kamu mengira orang-orang yang gugur di jalan Allah adalah orang-orang mati, bahkan mereka hidup di sisi Tuhan mereka dengan mendapatkan rezeki (QS Ali ‘Imran [2]: 169).” Abdullah bin Mas’ud berkata: “Sesungguhnya kami telah menanyakan hal itu kepada Rasulullah saw, dan beliau bersabda, ‘Arwah mereka di dalam rongga burung (berwarna) hijau dengan pelita-pelita yang tergantung di ‘Arsy, terbang dengan mudah di surga ke manapun mereka kehendaki, kemudian kembali lagi ke pelita-pelita itu. Tuhan mereka “mengunjungi” mereka dengan kunjungan sekilas dan berfirman: “Apakah kalian menginginkan sesuatu?” Mereka menjawab: “Apalagi yang kami inginkan sedangkan kami terbang dengan mudahaya di surga, ke mana pun kami kehendaki?” Tuhan melakukan hal yang demikian terhadap mereka tiga kali dan ketika mereka sadar bahwa mereka tidak akan dibiarkan tanpa meminta sesuatu, mereka berkata: “Wahai Tuhan, kami ingin agar arwah kami dikembalikan ke jasad kami sehingga kami dapat gugur terbunuh pada jalan-Mu (sabilillah) sekali lagi. Setelah Tuhan melihat bahwa mereka tidak memiliki keinginan lagi di sana (lebih dari apa yang mereka peroleh selama ini) maka mereka dibiarkan.”‘
Ada juga riwayat yang dinisbahkan kepada Ali bin Abi Thalib bahwa beliau bertanya kepada Yunus bin Zibyan: “Bagaimana pendapat orang tentang arwah orang-orang mukmin?” Yunus menjawab: “Mereka berkata bahwa arwahnya berada di rongga burung berwarna hijau di dalam pelita-pelita di bawah ‘Arsy llahi.”
Ali bin Abi Thalib berkomentar: “Mahasuci Allah. Seorang mukmin lebih mulia di sisi Allah untuk ditempatkan ruhnya di rongga burung hijau, wahai Yunus. Seorang mukmin bila diwafatkan Allah, ruhnya ditempatkan pada satu wadah sebagaimana wadahnya ketika di dunia. Mereka makan dan minum, sehingga bila ada yang datang kepadanya, mereka mengenalnya dengan keadaannya semasa di dunia”. Boleh jadi ada saja yang bertanya bagaimana kehidupan itu? Kita tidak dapat menjelaskan. Memang ada saja yang berusaha mengilmiahkan kehidupan di sana, tetapi agaknya hal tersebut lebih banyak merupakan kemungkinan, walaupun ada sekian riwayat yang dijadikan pegangan.
Mustafa Al-Kik, misalnya, berpendapat bahwa manusia memiliki “jasad berganda”: pertama, jasad duniawi; dan kedua, jasad barzakhi. Mustafa dalam –Baina ‘Alamain– setelah mengutip sekian banyak pendapat ulama tentang hal di atas, berusaha untuk menjelaskan hal tersebut dengan teori frekuensi dan gelombang-gelombang suara. Contoh konkret yang dikemukakannya adalah radio yang dapat menangkap sekian banyak suara yang berbeda-beda melalui gelombang yang berbeda-beda. Walaupun ia saling masuk-memasuki, namun ia tidak menyatu dan tetap berbeda. Ini pula yang menjadikan kita tak dapat melihat sesuatu yang sebenarnya “ada” namun kita tak melihatnya akibat perbedaan frekuensi dan gelombang-gelombang itu. Apa yang dikemukakan ini -menurutnya sejalan dengan informasi Al-Quran, antara lain yang berbicara tentang keadaan seorang yang sedang sekarat:
“Maka mengapa ketika nyawa telah sampai ke kerongkongan, padahal kamu ketika itu melihat (yang sekarat), sedangkan (malaikat) Kami lebih dekat kepadanya darimu, tetapi kamu tidak melihat”. (QS AlWaqi’ah [56]: 83-85).


Atau firman-Nya:
“Aku (Allah) tidak bersumpah dengan apa yang kamu lihat dan yang kamu tidak lihat.”(QS Al-Haqqah [69]: 38-39).
Kedua ayat mulia di atas mengemukakan teori gelombang dan getaran yang sangat jelas dan gamblang. Keduanya telah membagi materi menjadi dua macam, yang sejalan dengan tingkat bumi sehingga dapat dilihat oleh mata, dan yang tidak sejalan karena tingginya gelombangnya, sehingga tersembunyi dari pandangan dan tidak terlihat oleh mata. Dengan demikian kedua ayat tersebut menunjuk ke alam materi yang terasa oleh kita semua, dan alam lain yang tinggi yang tersembunyi dari mata kita. (Mustafa Al-Kik dalam Baina ‘Alamain hlm. 51)
Akhirnya betapa pun terdapat sekian banyak ayat dengan penafsiran-penafsiran di atas, serta ada pula riwayat-riwayat dari berbagai sumber dan kualitas, namun kita tidak dapat mencap mereka yang mengingkari kehidupan barzakh. Ini disebabkan karena akidah harus diangkat dari nash keagamaan yang pasti, yaitu Al-Quran dan maknanya pun harus pasti. sedangkan penafsiran-penafsiran yang dikemukakan di atas belum mencapai tingkat kepastian yang dapat dijadikan akidah.
2.3 KEHIDUPAN AKHIRAT
Kehidupan akhirat dimulai dengan peniupan sangkakala:
“Maka apabila sangkakala ditiup sekali tiup, dan diangkatlah bumi dan gunung-gunung, lalu dibenturkan keduanya sekali bentur. Maka hari itu terjadilah hari kiamat, dan terbelahlah langit sehingga hari itu langit menjadi lemah”. (QS Al-Haqqah [69]: 13-16).
Dalam ayat lain dijelaskan bahwa:
“… dan ditiup sangkakala sehingga matilah siapa (makhluk) yang di langit dan di bumi, kecuali siapa yang dikehendaki Allah” (QS Al-Zumar [39]: 68).
Yang dikecualikan antara lain adalah malaikat Israfil yang bertugas meniup sangkakala itu. Ini karena masih akan ada peniupan kedua sebagaimana lanjutan ayat di atas:
“Kemudian ditiupkan sangkakala itu sekali lagi, maka tiba-tiba mereka (semua yang telah mati) berdiri menunggu (putusan Tuhan terhadap masing-masing)”. (QS Al-Zumar [39]: 68).
Banyak sekali ayat Al-Quran yang berbicara tentang kehancuran alam raya, matahari digulung, bulan terbelah, bintang-bintang pudar cahayanya, gunung dihancurkan sehingga menjadi debu yang beterbangan bagaikan kapas, dan sebagainya. Itu semua merupakan kehancuran total, bukan kehancuran bagian tertentu saja dari alam raya ini. Ada jarak waktu antara peniupan pertama dan kedua. Hanya Allah yang mengetahui kadar waktu itu. Dan ketika semua makhluk telah meninggal, termasuk Israfil, Allah SWT “berseru” dan “bertanya”:
“Kepunyaan siapakah kerajaan/kekuasaan hari ini? (Kemudian Allah menjawabnya sendiri): ‘Kepunyaan Allah yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan” (QS Mu’min [40]: 16).
Saat peniupan kedua, manusia sadar bahwa kehidupan di dunia hanya sebentar (QS Al-Isra’ [17]: 43) bahkan mereka merasa hanya bagaikan beberapa saat di sore atau pagi hari (QS Al-Nazi’at [79]: 46).
Dari sana manusia digiring ke mahsyar (tempat berkumpul untuk menghadapi pengadilan Ilahi): “Setiap jiwa datang dengan satu penggiring dan satu penyaksi” (QS Qaf [50]: 21).
Penggiring adalah malaikat dan penyaksi adalah diri manusia sendiri yang tidak dapat mengelak, atau amal perbuatannya masing-masing. Begitu penafsiran para ulama.
Dan ketika itu terjadilah pengadilan agung.
“Pada hari itu yang menjadi saksi atas mereka adalah lidah, tangan, dan kaki mereka, menyangkut apa yang dahulu mereka lakukan.” (QS Al-Nur [24]: 24).
Bahkan boleh jadi, mulut mereka ditutup dan yang berbicara adalah tangan mereka kemudian kaki mereka yang menjadi saksi-saksinya Sebagaimana ditegaskan dalam surat Ya Sin (36): 65. Yang ingin diinformasikan oleh ayat-ayat di atas dan semacamnya adalah bahwa pada hari itu tidak ada yang dapat mengelak, tidak ada juga yang dapat menyembunylkan sesuatu di hadapan pengadilan yang maha agung itu.
“Siapa yang mengerjakan (walau) sebesar zarrah (dari kebaikan). maka dia akan melihat (ganjarannya)”. (QS Az-Zilzal [99]: 7). Demikian pula sebaliknya (baca surat Al-Zilzal [99]: 8).
Pengadilan Ilahi itu akan diadakan terhadap setiap pribadi mukalaf,
“Tidak ada satupun di langit dan di bumi kecuali akan datang kepada Tuhan Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba. Sesungguhnya Tuhan telah menentukan jumlah mereka dan menghitung mereka dengan hitungan yang teliti. Dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah dengan sendiri-sendiri (QS Maryam [19]: 93-95)
Pengadilan itu menggunakan “timbangan” yang hak sehingga tidak ada yang teraniaya karena walau sebesar biji sawi pun Tuhan akan mendatangkan ganjarannya. (Baca QS Al-Anbiyat [21]: 47). Apakah timbangan itu sesuatu yang bersifat material atau hanya kiasan tentang keadilan mutlak, tidaklah banyak pengaruhnya dalam akidah, selama diyakini bahwa ketika itu tidak ada lagi sedikit penganiayaan pun. Yang pasti adalah: Timbangan pada hari itu adalah kebenaran. Barangsiapa yang berat timbangan (amal salehnya) maka mereka adalah orang-orang beruntung, dan siapa yang ringan timbangan kebaikannya maka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri disebabkan mereka selalu mengingkari ayat-ayat Kami (QS Al-A’raf [7]: 8-9) Hasil pencatatan amal manusia yang ditimbang itu, akan diserahkan kepada setiap orang:
Adapun orang-orang yang diberikan kepadanya kitab (catatan amalnya) dari arah kanannya, maka (dengan gembira) ia berkata: “Inilah, bacalah kitabku ini. Sesungguhnya (sejak dahulu di dunia) aku yakin bahwa sesungguhnya aku akan menemui hisab (perhitungan) atas diriku.” Maka orang itu berada dalam kehidupan yang diridhai; dalam surga yang tinggi, buah-buahannya dekat. (Kepada mereka dikatakan): “Makan dan minumlah dengan sedap dikarenakan amal-amal yang telah kamu kerjakan di hari-hari terdahulu (di dunia).” Adapun yang diberikan kepadanya kitabnya dari arah kirinya, maka dia berkata: “Aduhai, alangkah baiknya kiranya tidak diberikan kepadaku kitabku (ini), dan aku tidak mengetahui apa hisab (perhitungan) terhadap diriku. Aduhai, kiranya kematian itulah yang menyelesaikan segala sesuatu. Hartaku sama sekali tidak memberi manfaat bagiku. Telah hilang kekuasaan dariku” (QS Al-Haqqah [69]: 19-29).
Dari mahsyar (tempat berkumpul), manusia menuju surga atau neraka. Beberapa ayat dalam Al-Quran menginformasikan bahwa dalam perjalanan ke sana mereka melalui apa yang dinamai ” shirath” .
“Antarlah mereka (hai malaikat) menuju Shirath Al-Jahim”. (QS Al-Shaffat [37]: 23).
Dalam konteks pembicaraan tentang hari akhirat, Allah berfirman:
“Dan jika Kami menghendaki, pastilah Kami hapuskan penglihatan mata mereka, lalu mereka berlomba-lomba (mencari) ash-shirath (jalan). Maka, bagaimana mereka dapat melihatnya?” (QS Ya Sin [36]: 66).
Di sisi lain Allah menegaskan pula bahwa:
“Dan tidak seorang pun di antara kamu kecuali melewatinya (neraka). Hal itu bagi Tuhanmu adalah suatu kemestian yang sudah ditetapkan-Nya. Kemudian Kami menyelamatkan orang-orang yang bertakwa dan membiarkan orang-orang yang zalim, di dalam neraka dalam keadaan berlutut”. (QS Maryam [19]: 71-72).
Berdasar ayat-ayat tersebut, sementara ulama berpendapat bahwa ada yang dinamai “shirath” -berupa jembatan yang harus dilalui setiap orang menuju surga. Di bawah jalan (jembatan) itu terdapat neraka dengan segala tingkatannya. Orang-orang mukmin akan melewatinya dengan kecepatan sesuai dengan kualitas ketakwaan mereka. Ada yang melewatinya bagaikan kilat, atau seperti angin berhembus, atau secepat lajunya kuda; dan ada juga yang merangkak, tetapi akhirnya tiba juga. Sedangkan orang-orang kafir akan menelusurinya pula tetapi mereka jatuh ke neraka di tingkat yang sesuai dengan kedurhakaan mereka. Konon shirath itu lebih tipis dari rambut dan lebih tajam dari pedang. Demikian kata Abu Sa’id sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.
Para ulama khususnya kelompok Mu’tazilah yang sangat rasional menolak keberadaan shirath dalam pengertian material di atas, lebih-lebih melukiskannya “dengan sehelai rambut di belah tujuh”. Memang, melukiskannya seperti itu, paling tidak, bertentangan dengan pengertian kebahasaan dari kata shirath. Kata tersebut berasal dari kata saratha yang arti harfiahnya adalah “menelan”. Kata shirath antara lain diartikan “jalan yang lebar”, yang karena lebarnya maka seakan-akan ia menelan setiap yang berjalan di atasnya.
Betapapun, pada akhirnya hanya ada dua tempat, surga atau neraka. Pembahasan tentang surga dan neraka, kita tangguhkan sampai dengan kesempatan lain. Ini disebabkan karena luasnya jangkauan ayat-ayat Al-Quran yang membicarakannya. Bukan saja uraian tentang aneka kenikmatan dan siksanya, tetapi sampai kepada rincian peristiwa-peristiwa yang digambarkan Al-Quran menyangkut perorangan atau kelompok, dan lain sebagainya.
2.4 KAPAN HARI AKHIR TIBA
Al-Quran (demikian juga hadis-hadis Nabi saw) yang berbicara panjang lebar tentang hari akhir dari bermacam-macam aspek itu, tidak membicarakan sedikit pun tentang masa kedatangannya. Bahkan secara tegas dalam berbagai ayat serta hadis dinyatakan bahwa tidak seorang pun mengetahui kapan kehadirannya.
“Mereka (orang-orang kafir) bertanya kepadamu tentang hari akhir, kapankah terjadinya? Siapakah kamu (maka) dapat menyebutkan (waktunya)? Kepada Tuhanmulah dikembalikan kesudahan (ketentuan waktunya). Kamu hanyalah pemberi peringatan bagi siapa yang takut kepadanya (hari akhir)”. (QS Al-Nazi’at [79]: 42-45).
Sekian banyak ayat Al-Quran yang mengandung makna serupa, demikian pula hadis-hadis Nabi saw menginformasikannya. Dalam sebuah hadis dinyatakan bahwa malaikat Jibril pernah bertanya kepada Nabi Muhammad saw (dalam rangka mengajar umat Islam) “Kapan hari kiamat?” Nabi saw menjawab: “Tidaklah yang ditanya tentang hal itu lebih mengetabui dari yang bertanya.” (Diriwayatkan oleh Muslim melalui sahabat Nabi Umar bin Khaththab). Memang ada beberapa ayat yang menjelaskan bahwa kedatangannya tidak lama lagi. Misalnya surat Al-Isra’ ( 17): 51, “Kapankah itu (hari kiamat)?” Demikian tanya kaum musyrik. Lalu Nabi saw diperintahkan oleh Allah untuk menjawab: Katakanlah, “Boleh jadi ia dekat.”
Surat Al-Qamar (54): 1, juga menyatakan bahwa: “Telah dekat hari kiamat dan telah terbelah bulan”. Dan surat Al-Anbiya’ (21): 1, menyatakan: “Telah dekat kepada manusia hari perhitungan (kiamat) sedangkan mereka berada dalam kelalaian, lagi berpaling (darinya).”
Nabi saw juga bersabda: “Aku diutus (dan perbandingan antara masa diutusku dengan) hari kiamat adalah seperti ini (sambil menggandengkan kedua jari-jarinya, yaitu jari telunjuk dan tengah).” (Diriwayatkan oleh Muslim melalui Jabir bin Abdillah).
Apakah hadis dan ayat-ayat di atas menunjukkan kedekatan hari akhirat dari segi waktu? Boleh jadi. Tetapi ketika itu tidak dapat dipahami bahwa kedekatan itu hanya dalam arti besok, seribu atau sepuluh ribu tahun ke depan. Kedekatannya boleh jadi juga jika dibandingkan dengan umur dunia yang telah berlalu sekian ratus juta tahun. Tetapi boleh jadi juga hadis dan ayat-ayat tersebut tidak menginformasikan kedekatan dalam arti waktu.
Bila kita cermati tentang kapan hari akhir tiba, maka jawaban yang diperintahkan kepada Nabi saw untuk diucapkan adalah “Boleh jadi ia dekat.” Di sisi lain, ayat Al-Qamar dan Al-Anbiya’ di atas, yang menggunakan bentuk kata kerja masa lampau untuk satu peristiwa kiamat yang belum lagi terjadi, mengandung makna kepastian sehingga kedekatan dalam hal ini dipahami dalam arti “pasti kedatangannya”. Karena “segala yang akan datang adalah dekat, dan segala yang telah berlalu dan tidak kembali adalah jauh.” Agaknya informasi Al-Quran tentang kedekatan ini, lebih dimaksudkan untuk menjadikan manusia selalu siap menghadapi kehadirannya. Karena itu pula, tidak satu atau dua ayat yang menegaskan bahwa kedatangannya sangat tiba-tiba, seperti misalnya firman berikut:
“Apakah mereka merasa aman dari kedatangan siksa Allah yang meliputi mereka atau kedatangan kiamat kepada mereka secara tiba-tiba sedangkan mereka tidak menghindarinya?” (QS Yusuf [ 12]: 107). Di sisi lain, ditemukan bahwa yang bertanya tentang waktu kedatangannya adalah orang-orang musyrik, bukan orang beriman. Orang-orang yang tidak beriman menyangkut hari kiamat, meminta supaya hari itu segera didatangkan, sedangkan orang-orang yang beriman merasa takut akan kedatangannya Mereka yakin bahwa kiamat adalah benar (akan terjadi). Ketahuilah bahwa orang-orang yang membantah tentang terjadinya kiamat benar-benar dalam kesesatan yang jauh (QS Al-Syura [42]: 18). Ketakutan tentang hari kiamat akan mengantarkan orang yang percaya untuk berbuat sebanyak mungkin amal kebaikan di dunia, sehingga mereka dapat menggapai kebahagiaan abadi di sana.




2.5 HIKMAH KEPERCAYAAN TENTANG HARI KEBANGKITAN
Al-Quran menghendaki agar keyakinan akan adanya hari akhir mengantar manusia untuk melakukan aktivitas-aktivitas positif dalam kehidupannya, khususnya banyak melakukan amal kebaikan. Salah satu surat yang berbicara tentang hal ini adalah surat Al-Ma’un (107). Dalam beberapa riwayat, dikemukakan bahwa surat tersebut turun berkenaan dengan Abu Sufyan atau Abu Jahl, yang setiap minggu menyembelih seekor unta. Suatu ketika, seorang anak yatim datang kepadanya meminta sedikit daging yang telah disembelih itu, namun ia tidak diberi bahkan dihardik dan diusir.
Surat Al-Ma’un dimulai dengan satu pertanyaan: Tahukah kamu orang yang mendustakan ad-din? Kata ad-din dalam surat ini, secara sangat populer, diartikan dengan agama, tetapi ad-din dapat juga berarti pembalasan. Dengan demikian yukadzdzibu biddin dapat pula berarti mengingkari hari pembalasan atau hari akhir. Pendapat terakhir ini didukung oleh pengamatan yang menunjukkan bahwa Al-Quran bila menggandengkan kata ad-din dengan yukadzdzibu, maka konteknya adalah pengingkaran terhadap hari kiamat. Perhatikan surat Al-Infithar (82): 9 dan juga surat Al-Tin (95): 7.
Kemudian, kalau kita kaitkan makna terakhir ini dengan sikap mereka yang enggan membantu anak yatim atau orang miskin karena menduga bahwa bantuannya kepada mereka tidak menghasilkan apa-apa, maka itu berarti bahwa pada hakikatnya sikap mereka itu adalah sikap orang-orang yang tidak percaya akan adanya (hari) pembalasan. Bukankah yang percaya meyakini bahwa kalaulah bantuan yang diberikannya tidak menghasilkan sesuatu di dunia, maka pasti ganjaran atau balasan perbuatannya akan diperoleh di akhirat kelak? Bukankah yang percaya hari kemudian meyakini bahwa Allah tidak menyia-nyiakan amal baik seseorang, betapa pun kecilnya?
Seseorang yarlg kehidupannya dikuasai oleh kekinian dan kedisinian, tidak akan memandang ke hari kemudian yang berada di depan sana. Sikap demikian merupakan pengingkaran atau pendustaan ad-din, baik dalam arti “agama”, lebih-lebih lagi dalam arti hari kemudian. Ad-din menuntut adanya kepercayaan kepada yang gaib. Kata gaib di sini, bukan sekadar kepercayaan kepada Allah atau malaikat tetapi ia berkaitan dengan banyak hal, termasuk janji-janji Allah melipatgandakan anugerah-Nya kepada setiap orang yang memberi bantuan. Kepercayaan ini mengantarkannya meyakini janji Ilahi itu, melebihi keyakinannya menyangkut segala sesuatu yang didasari oleh perhitungan-perhitungan akalnya semata-mata. Sehingga ketika itu, walaupun akalnya membisikkan bahwa “sikap yang akan diambilnya merugikan/tidak menguntungkan”, namun jiwanya yang percaya itu mengantarkannya untuk melakukannya karena yang demikian sejalan dengan keyakinannya itu.
“Apa yang berada di tangan Allah lebih meyakinkan Anda daripada apa yang terdapat dalam genggaman tangan sendiri.”
Dengan pertanyaan tersebut, ayat pertama surat Al-Ma’un ini mengajak manusia untuk menyadari salah satu bukti utama kesadaran beragama atau kesadaran berkeyakinan tentang hari akhir, yang tanpa itu, keberagamaannya dinilai sangat lemah, kalau enggan berkata keberagamaannya nihil. Surat Al-Ma’un yang terdiri dari tujuh ayat pendek ini, berbicara tentang suatu hakikat yang sangat penting, di mana terlihat secara tegas dan jelas bahwa ajaran Islam tidak memisahkan upacara ritual dan ibadah sosial, atau membiarkannya berjalan sendiri-sendiri. Ajaran ini sebagaimana tergambar dalam ayat di atas -menekankan bahwa ibadah dalam pengertiannya yang sempit pun mengandung dalam jiwanya dimensi sosial, sehingga jika jiwa ajaran tersebut tidak dipenuhi maka pelaksanaan ibadah dimaksud tidak akan banyak artinya. Sayyid Quthb dalam tafsirnya Fi Zhilal Al-Qur’an menulis:
Mungkin ini (jawaban Al-Quran tentang siapa yang mendustakan agama/hari kemudian yang dikemukakan dalam surat ini) mengagetkan jika dibandingkan dengan pengertian iman secara tradisional. Tetapi, yang demikian itulah inti persoalan dan hakikatnya. Hakikat pembenaran ad-din bukannya ucapan dengan lidah, tetapi ia adalah perubahan dalam jiwa yang mendorong kepada kebaikan dan kebajikan terhadap saudara-saudara sekemanusiaan, terhadap mereka yang membutuhkan pelayanan dan perlindungan. Allah tidak menghendaki dari manusia kalimat-kalimat yang dituturkan, tetapi yang dikehendaki-Nya adalah karya-karya nyata, yang membenarkan (kalimat yang diucapkan itu). Sebab kalau tidak, maka itu semua hampa tidak berarti di sisi-Nya dan tidak dipandang-Nya.
Selanjutnya Sayyid Quthb menulis:“Kita tidak ingin memasuki diskusi dalam bidang hukum sekitar batas-batas iman dan Islam, karena batasan-batasan para ahli itu, berkaitan dengan interaksi sosial keagamaan. Sedangkan surat ini (Al-Ma’un) menegaskan hakikat persoalan dari sudut pandang dan penilaian Ilahi, yang tentunya berbeda dengan kenyataan-kenyataan lahiriah yang menjadi landasan penilaian interaksi antarmanusia.”

Demikian surat ini menjelaskan hakikat dan buah kepercayaan tentang hari akhir. Akhirnya perlu digarisbawahi bahwa perhatian Al-Quran yang sedemikian besar menyangkut persoalan hari akhir, membawa berbagai dampak di kalangan ilmuwan, agamawan, dan filosof. Antara lain berupa kegiatan diskusi yang menyita waktu dan energi mereka, khususnya detail kebangkitan tersebut apakah kebangkitan ruh dan jasad atau hanya ruh saja.
Dalam hal ini kita ingin menggarisbawahi bahwa seorang Muslim dituntut oleh agamanya untuk meyakini adanya hari kebangkitan setelah kematiannya di mana ketika itu ia menyadari eksistensi dirinya secara sempurna. Apa pun bentuk kebangkitan tersebut -apakah dengan ruh dan jasad atau dengan ruh saja- yang pokok adalah bahwa ketika itu setiap manusia mengenal dirinya, tidak kurang dari pengenalannya ketika ia hidup di dunia. Adapun keterangan tentang hakikat kebangkitan, bentuk, waktu dan tempatnya, maka kesemua hal ini berada di luar tuntunan agama. Karena itu, sangat boleh jadi pembahasan para filosof dan ulama tentang soal tersebut lebih banyak didorong oleh kepentingan kepuasan penalaran akal daripada dorongan kehangatan iman.
2.6 TIGA GOLONGAN MANUSIA DALAM MENYIKAPI HARI KIAMAT DAN TANDA-TANDA KEDATANGANNYA
Secara umum, manusia terbagi menjadi tiga kelompok di dalam menyikapi nubuwat Rasulullah SAW tentang peristiwa-peristiwa akhir zaman :
Pertama, kelompok yang beriman dan yakin dengan semua yang dijanjikan oleh Rasulullah SAW tentang dekatnya kehancuran alam semesta (kiamat), yang itu semua di dahului dengan tanda-tanda kecil dan besar yang akan terjadi. Kelompok ini terbagi menjadi tiga :
1. Mereka yang menerima nash-nash tersdebut apa adanya, dimana sikap mereka terhadap nash-nash seputar nubuwat Rasulullah SAW hanya sebatas meriwayatkan dan menerjemahkan tanpa perlu mengaktualisasikan dengan zaman dan kondisi dimana mereka hidup. Kelompok ini kurang bisa memahami maksud dan tujuan di balik turunnya hadist-hadist tersebut. Nash-nash yang sebenarnya memiliki makna peringatan dan larangan lebih diartikan sebagai khabar yang tidak mengandung pesan. Sebenarnya banyak sabda-sabda beliau tentang dekatnya hari kiamat yang memiliki makna peringatan agar setiap muslim menjauhi perkara itu semampunya, bukan menganggapnya sesuatu yang lazim dan biasa. Sebagaimana peringatan beliau tentang munculnya para polisi di akhir zaman yang selalu membawa cemeti, dimana mereka berangkat pagi-pagi dengan kemurkaan Allah dan pulang di sore hari dengan kemarahan dari-Nya. Mereka pahami nash tersebut sebatas khabar tanpa makna, padahal itu merupakan peringatan keras agar seseorang berhati-hati untuk tidak memilih profesi seperti ini.
2. Mereka yang menerima nash-nash tersebut dengan penuh keyakinan, namun sikap melampaui batas dalam menerjemahkan sekaligus mengaktualisasikannya. Kelompok ini menjadikan hadist-hadist dhaif bahkan maudhu sebagai hujjah untuk mendukung pemikiran mereka. Bahkan sebagian ada yang memaksakan nash-nash tersebut untuk mendukung kelompoknya dengan menjatuhkan lawan politiknya. Kelompok ini juga banyak menggunakan khabar-khabar israiliyat, bahkan komentar-komentar ahli kitab yang tidak tsiqah dengan agama al-Masih.
3. Kelompok yang menerima nash-nash tersebut dengan penuh keyakinan, bahwa semua itu benar adanya dari Nabi SAW. Mereka berusaha untuk mengambil posisi yang benar terhadap hadist-hadist tersebut secara professional, tidak cuek dan tidak terlalu kaku sebagaimana kelompok pertama, namun tidak juga terlalu ekstrim dan berlebihan sebagaimana kelompok kedua. Kelompok ini berusaha menjadikan semua nash-nash nubuwah Rasulullah SAW sebagai pijakan hidup, agar setiap langkah mereka tidak keliru. Mereka juga selalu mencari tahu tentang hakikat yang sebenarnya dari hadist-hadist fitnah dengan maksud agar mereka selamat dari fitnah tersebut tanpa melakukan pemastian-pemastian pada hal –hal yang belum qath’i. Mereka tetap waspada terhadap fitnah dajjal, maka pada setiap shalat yang mereka lakukan selalu diiringi dengan doa perlindungan fitnah dajjal. Mereka melakukan persiapan-persiapan amal nyata, jika suatu ketika apa yang diisyaratkan oleh Rasulullah SAW benar-benar nyata di depan mata.
Kedua, mereka yang kurang peduli dengan nash-nash tentang peristiwa akhir zaman dan tidak banyak mengkajinya karena dianggap kurang realistis da bukan masanya, mereka menganggap bahwa berbicara tentang petaka akhir zaman sebagai penghalang menuju kemajuan, karena mereka telah dibatasi oleh takdir tentang berakhirnya alam semesta. Apalagi jika peristiwa akhir zaman itu dikaitkan dengan kemenangan umat Islam di bawah kepemimpinan Al-Mahdi yang akan menaklukan seluruh dunia, mereka anggap itu hanyalah ilusi dan mimpi kosong. Kelompok ini terbagi menjadi dua :
1. Mereka yang secara lahir adalah kelompok ilmuwan/ulama yang banyak bergelut dengan dunia ilmu dan pengetahuan. Mereka menakwilkan hadist-hadist tentang akhir zaman dan hanya mau menerima yang bisa diterima oleh akal dan sesuai dengan logika. Sebagian ada yang membuat persyaratan-persyaratan batil untuk sahnya hadist-hadist tersebut (semisal harus mutawatir dan bukan ahad). Kelompok ini di dominasi kelompok rasionalis juga sekuler, namun tidak menutup kemungkinan di antara mereka ada yang merupakan orang-orang bayaran musuh-musuh Islam yang bertujuan untuk menebarkan keragu-raguan tenatng janji kemenangan Islam di akhir zaman.
Kelompok ini juga membicarakan tentang peristiwa akhir zaman, namun cara yang mereka tempuh adalah bertolak belakang dengan apa yang menjadi kebiasaan para salaf dalam memilihnya.
2. Mereka yang secara umum termasuk umat Islam yang tidak memiliki kepedulian terhadap ilmu syar’i, tidak pernah mempelajari perkara-perkara iman kecuali sebatas jumlah dan nama rukun iman. Kelompok ini tidak pernah mendengar istilah-istilah seputar fitnah akhir zaman, tidak mengenal dajjal, Nabi Isa A.S., Imam Mahdi, Ya’juj Ma’juj dan tema-tema semisal. Kelompok ini tidak pernah tahu tentang detilnya sikap mereka terhadap hari kiamat sebagaimana sikap mereka terhadap berita-berita lainnya. Kelompok ini –meski mereka juga percaya dengan adanya kiamat- namun keyakinannya tidak memberikan manfaat untuk sikap hidupnya. Mereka tidak pernah bisa mengambil pelajaran dari semua peristiwa yang disebutkan oleh Rasulullah SAW. Mereka juga tidak menyadari adanya bahaya besar yang mengancam agama dan dunia mereka, dan tidak menutup kemungkinan bahwa mereka telah terperosok dalam bahaya yang pernah diingatkan oleh Rasulullah SAW tentang dahsyatnya fitnah akhir zaman.
Ketiga, mereka yang yakin akan datangnya kiamat. Kelompok ini banyak diwakili oleh kebanyakan bagsa barat atau timur (semisal Jepang) yang tidak mengimaniadanya hari akhir. Kelompok ini didominasi oleh mereka yang tidak menganut agama samawi. Kecanggihan teknologi yang mereka miliki menjadikan mereka memiliki kesimpulan tersendiri tentang nasib dunia di masa mendatang. Termasuk kelompok ini adalah darwinisme dan mereka yang sepaham dengannya.
Tidak ada satu pun kitab dan rasul yang dikirimkan Allah ke muka bumi, yang tidak memberikan peringatan mengenai kiamat. Dan tidak memberitahuakn waktunya, namun memberikan tanda-tanda untuk direnungkan oleh manusia. Tujuannnya agar kita berbenah dan berhijrah (berpindah) dari kesesatan kepada ketaqwaan. Juga, agar kita membekali diri secara cukup sehingga dapat terhindar dari ketakutan kiamat. Sebab, hanya golongan orang beriman yag tidak akan mengkhawatirkan kiamat dan panik mencari cara untuk lari dan janji Allah tersebut. Allah SWT berfirman :
“Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, Shabi’in, dan orang-orang Nasrani, siapa saja (Yahudi, Nasrani, dan Shabi’in yang beriman kepada Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW) (di antara mereka) yang benar-benar saleh, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka (kepada hari akhir) dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (Q.S. Al-Ma’idah :69)
Mukmin yang cerdas, dapat melihat dan merenungi fenomena alam. Dia juga dapat mempelajari begitu banyak petunjuk yang diberikan oleh Al-Qur’an dan hadist mengenai dekatnya kiamat. Petunjuk tersebut dapat berupa tanda-tanda yang kecil (shugra), menengah (wustha), maupun besar (kubra). Bahkan, tanda-tanda kecil dan menengah sudah sangat terlewati, seiring dengan berjalannya peradaban manusia. Secara singkat, dapat kita katakan bahwa tanda-tanda yang terlewat dan sedang terjadi tersebut adalah :
2.7 TANDA-TANDA KECIL DATANGNYA KIAMAT
1. Pengutusan Rasulullah SAW, sebagaimana sabdanya : “Aku diutus ketika kiamat sedang bertiup (sudah dekat).” (HR. Ahmad dan Hakim)
2. Terbelahnya bulan yang merupakan salah satu mukjizat Nabi Muhammad SAW. Hal ini, sebagaimana yang dikatakan dalam sebuah hadist :
“Ketika kami sedang bersama Rasulullah SAW, di Mina, bulan terbelah dua kali. Pembelahan pertama terjadi di belakang bukit dan yang satunya di tempat lain. Kemudian beliau berkata, ‘Saksikan!’ (HR Muslim)
3. Nabi Muhammad SAW wafat, penaklukan Baitul Maqdis, wabah penyakit dan melimpahnya harta benda. Hal ini, sebagaimana yang disebutkan dalam hadist :
“Perhatikan yang enam sebelum datang hari Kiamat :kematianku, penaklukan Baitul Maqdis, wabah penyakit yang mengganas (bagaikan dua tanduk kambing), melimpahnya harta benda sehingga seseorang memberikan seratus dinar, tetapi yang diberi tidak suka, kemudian fitnah tang tersebar di antara kalian dan Bani Ashfar. Mereka meninggalkan kalian, lau datang lagi kepada kalian dengan delapan puluh janji (bendera). Setiap panji beranggotakan dua belas ribu. Kemudian, fitnah yang akan mendatangi stiap rumah orang Arab. “ (HR. Bukhari)
4. Meninggalnya Umar bin Khattab RA. Dalam sebuah hadist, seorang sahabat bernama Hudzaifah, yang dikenal sebagai orang dekat Nabi Muhammad SAW dan penghafal hadist mengenai kiamat, beliau menjawab pertanyaan Umar mengenai fitnah jelang kiamat. Ia berkata :
“Tidak atas dirimu, wahai Umar, karena fitnah itu tidak akan terjadi, kecuali setelah engkau meninggal.“ (HR. Bukhari)
5. Terjadinya perang saudara sesama Islam. Hadist yang memperkuat pertanda ini adalah :
“Kiamat tidak akan terjadi, kecuali setelah dua kelompok besar saling berperang, padahal ajakan (tuntutan) kedua kelompok tersebut sama.” (HR. Bukhari)
6. Banyak Dajjal yang mengaku nabi. Sabda Rasulullah SAW :
“Kiamat tidak akan terjadi hingga diutus Dajjal-Dajjal pendusta, yang jumlah mereka mencapai tiga puluh. Semuanya mengaku sebagai utusan Allah.” (HR. Muslim)
7. Aman (bagi seorang wanita) dalam perjalanannya. Sebagaimana hadist Nabi Muhammad SAW :
“Kiamat tidak akan terjadi hingga seorang wanita berjalan dari Hijaz ke Irak dengan aman, tidak takut sesuatu pun.” (HR. Ahmad)
8. Keluarnya api dari Hijaz, yang telah terjadi pada tahun 654 H. Sebagaimana sabda Rasulullah :SAW :
“Kiamat tidak akan terjadi hingga keluar api dari bumi Hijaz yang menyinari leher-leher unta di Bushra, Syam.” (HR. Muslim)
9. Banyak bencana alam. Sabda Rasulullah SAW :
“Menjelang kiamat, akan terjadi penghapusan (ditafsirkan sebagai pelenyapan suatu kaum yang dikehendaki-Nya), peneggelaman (ditafsirkan sebagai tenggelamnya bumi), dan pemuntahan (ditafsirkan sebagai dimuntahkannya kandungan isi bumi termasuk dari peristiwa ledakan gunung api).” (HR. Ibnu Majjah)
2.8 TANDA-TANDA MENENGAH DATANGNYA KIAMAT
1. Terjadinya banyak fitnah. Sabda Rasulullah SAW :
“Sebelum kiamat, akan terjadi banyak fitnah, seperti malam yang gelap gulita, seseorang beriman pada pagi hari dan kafir pada sore hari, beriman pada sore hari, lalu kafir pada pagi hari dan menjual agamanya dengan luasnya dunia.” (HR. Tirmidzi)
2. Banyak terjadi pembunuhan yang dilakukan oleh orang-orang dekat. Hadist yang memperkuatnya adalah :
“Sungguh, menjelang kiamat akan terjadi al-haraj. Mereka bertanya, ‘Apa itu al-haraj?’ Beliau menjawab, ‘Pembunuhan, tetapi bukan pembunuhan kalian terhadap orang-orang musyrik, melainkan sebagian kalian membunuh sebagian yang lain sehingga seseorang akan membunuh tetangganya, saudaranya, pamannya dan anak pamannya.’ Mereka berkata ,’Apakah saat itu kita masih punya akal?’ Beliau menjawab,’Ssungguh, akal orang-orang pada waktu itu akan dicabut dan digantikan dengan akal manusia yang tidak genap. Sebagian besar mereka mengira bahwa mereka berkuasa atas sesuatu, dan bukan sesuatu yang lain.” (HR. Ahmad)
3. Meluasnnya perdagangan, wanita bekerja, pemberian salam kepada orang tertentu, saksi palsu, pemutusan silaturahmi, dan banyaknya karya tulisan. Dalam sebuah hadist dikatakan :
“Menjelang kiamat akan terjadi pemberian salm kepada orang-orang tertentu, merebaknya perdagangan, wanita membantu suaminya dalam berdagang, pemtusan silaturahmi. Munculnya saksi palsu, menyembunyikan saksi yang benar dan munculnya pena (banyak tulisan atau buku).” (HR. Ahmad)
4. Budak-budak perempuan melahirkan tuannya. Maksudnya anak-anak pemilik budak yang lahir dari rahim budak-budaknya. Sabda Rasulullah SAW :
“Jika kamu melihat budak melahirkan tuannya, maka itulah pengetahuan tentang kiamat dan tanda-tandanya.” (HR. Ahmad)
5. Umat Islam bermegah-megah dan berbangga-bangga dengan masjid. Sabda Rasulullah SAW :
“sesungguhnya, diantara tanda-tanda kiamat adalah manusia berbangga-bangga dengan masjid.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)
6. Banyak umat yang berlomba membangun gedung-gedung tinggi. Walaupun sebenarnya, hal tersebut tidaklah dilarang pada zaman sekarang, akibat bertambahnya populasi penduduk yang semakin banyak membutuhkan temapt tinggal. Namun, Rasulullah menyebut masa tersebut sebagai tanda-tanda datangnya kiamat. Sebagaimana hadist Rasulullah yang diriwayatkan Umar bin Khatab RA :
“Jibril AS mendatangi Rasulullah SAW, dalam bentuk manusia yang memakai pakaian putih bersih dan rambutnya sangat hitam. Jibril bertanya mengenai kiamat kepada Rasulullah. Maka beliau menjawab, ‘Sesungguhnya yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya’. Jibril berkata, ‘Berilah kabar kepadaku tentang tanda-tandanya’. Beliau menjawab, ‘Jika budak melahirkan tuannya, kamu melihat orang-orang yang tidak beralas kaki dan telanjang, serta banyak penggembala unta dan kambing meninggikan bangunan mereka.” (HR. Ahmad)
7. Hilangnya amanah (kepercayaan). Sabda Rasulullah SAW :“Pernah ada seseorang bertanya mengenai kapan akan terjadi kiamat kepada Rasulullah SAW. Rasulullah bertanya,‘Manakah orang yang bertanya tentang kiamat tadi?’ Orang itu berkata,’Inilah aku wahai Rasulullah.’ Kemudian Tasulullah Saw bersabda,’Jika amanah terlah hilang, tunggulah saatnya.’ Orang itu bertanya lagi,’Bagaimana hilangnya amanah?’ Beliau menjawab,’Jika suatu perkara diserahkan kepada yang bukan ahlinya, tunggulah kehancurannya.” (HR Hakim)
8. Banyak umat Islam meniru gaya hidup orang kafir. Sabda Rasulullah SAW : “Kiamat tidak akan terjadi hingga umatku mengambil (meniru) umat sebelumnya, setapak demi setapak atau sejengkal demi sejengkal. Dikatakan kepada beliau,’Apakah seperti orang-orang Persia dan Romawi?’ Maka beliau menjawab,’Dari semua manusia, tidak terkecuali mereka.” (HR. Bukhari).
9. Banyak ulama memperdagangkan agama. Rasulullah SAW bersabda : “Diantara tanda dekatnya kiamat adalah jika ulama-ulama di antara kalian belajar ilmu untuk mendapatkan dinar-dinar dan dirham-dirham kalian dan kalian mengambil Al-Qur’an sebagai perdagangan”. (HR Ad-Dailami)
10. Terjadinya peperangan antara kaum muslimin dengan orang-orangvYahudi. Rasululah SAW bersabda : “Kiamat tidak akan terjadi hingga kaum muslimin dan Yahudi saling berperang, kaum muslimin membunuh mereka dan oeang Yahudi bersembunyi di belakang batu dan pohon, tetapi batu dan pohon itu berkata,’Hai orang muslim dan hamba Allah, ada seorang Yahudi di belakangku, bunuhlah dia’, Kecuali pohon gharqad karen aia adalah pohon orang Yahudi”. (HR. Bukhari dan Muslim)
11. Jumlah wanita lebih banyak dari laki-laki, merebaknya perzinaan dan meluasnya kebodohan. Sabda Rasulullah SAW : “Diantara tanda-tanda kiamat adalah kurangnya ilmu, munculnya kebodohan, tersebarnya perzinaan, banyak wanita, dan sedikit laki-laki sehingga lima puluh wanita mempunyai satu laki-laki”. (HR. Bukhari)
12. Banyak anak menjadi durhaka terhadap orang tua, orang jahat bermuncukan dan terjadi hujan panas. Rasulullah SAW bersabda :
“Di antara tanda-tanda kiamat adalah jika seorang anak menjadi pemarah, hujan menjadi panas, dan banyaknya orang jahat”. (HR. Thabrani)
2.9 TANDA-TANDA BESAR DATANGNYA KIAMAT
1. Munculnya Al-Mahdi dari keturunan Nabi Muhammad SAW untuk memimpin umat. Rasulullah SAW bersabda :
“Al-Mahdi muncul di tengah umatku yang terakhir. Allah SWT menurunkan hujan, bumi pun mengeluarkan tumbuh-tumbuhannya. Dia memberikan harta. Hewan ternak menjadi banyak. Umat pun menjadi besar. Dia hidup selama tujuh atau delapan tahun”. (HR.Hakim)
Hadist yang menegaskan bahwa Al-Mahdi berasal dari keturunan Muhammad SAW adalah : “Al-Mahdi berasal dari silsilah keturunanku dari garis keturunan Fatimah”.(HR. Abu Dawud, Ibnu Majah dan Hakim)
2. Pembantaian besar-besaran dan penaklukan Konstantinopel. Pertanda tersebut dimasukkan sebagai tanda kubro karena masa terjadinya berdekatan dengan kemunculan Al-Mahdi, Isa bin Maryam dan Dajjal.
3. Munculnya Dajjal dari arah timur (sebagian mengatakan dari Khurasan ). Kemunculannya berdekatan dengan masa penaklukan konstantinopel. Sabda Rasulullah SAW :
“Antara pembantaian dan penaklukan kota (Konstantinopel) berjarak enam tahun. Sementara, Al-Masih Dajjal muncul pada tahun ketujuh”. (HR. Abu Dawud)
Lokasi kemunculan Dajjal adalah Khurasan. Sebagaimana disebutkan dalam hadist :
“Dajjal muncul dari suatu daerah di timur yang disebut Khurasan”. (HR.Tirmidzi)
4. Turunnya Isa bin Maryam AS yang akan membunuh Dajjal. Allah SWT berfirman :
“Dan sungguh, dia (Isa) itu benar-benar menjadi pertanda datangnya hari kiamat...” (QS. Az-Zukhruf :61)
Dalil mengenai terbunuhnya Dajjal oleh Isa AS adalah :
“Ketika Dajjal sudah merajalela, pada saat itu juga Allah langsung mengutus Isa. Turunlah dia di atas menara putih, sebelah timur Damaskus, di tengah-tengah dua malaikat yang berpakaian hijau dan memakai minayk zafarran, sembari meletakkan kedua telapak tangannya di atas sayap dua malaikat. Jika dia menundukkan kepala, seperti ada air menetes. Jika dia mendongakan kepala, wajahnya berkilauan laksana mutiara. Tidak ada orang kafir yang selamat ketika menghirup aroma Isa. Karena, pastilah otang kafir itu tewas seketika. Isa terus mencari Dajjal hingga akhirnya dia menangkapnya di sebuah pintu gerbang, lalu dia membunuhnya”. (HR. Muslim)
5. Keluarnya segolongan keturunan Adam AS, bernama Ya’juj dan Ma’juj yang merupakan ras yang sangat kuat dan kafir. Allah SWT telah memperingatkan hal tersebut dalm firman-Nya :
“Hingga apabila (tembok) Ya’juj dan Ma’juj dibukakan, dan mereka turun dengan cepat dari seluruh tempat tinggi. Dan (apabila) janji yang benar (hari berbangkit) telah dekat, maka tiba-tiba mata orang kafir terbelalak, (mereka berkata),’Alangkah celakanya kami! Kami benar-benar lengah tentang ini, bahkan kami benar-benar orang yang zhalim.” (QS. Al-Anbiya: 96-97)
6. Terbitnya matahari dari barat. Rasulullah SAW bersabda :
“Hari kiamat tidak akan terjadi sebelum matahari terbit dari barat. Ketika matahari itu terbit dan manusia melihatnya maka mereka semua menjadi beriman, padahal ketika itu iman sudah tidak bermanfaat lagi bagi seseorang yang tidak beriman sebelum hal itu terjadi”. (HR. Bukhari, Muslim, dan Ahmad)
7. Munculnya sejenis hewan bernama Ad-Dabbah, yang bertubuh besar, indah dan dapat berbicara kepada manusia dengan segala bahasa. Makhluk tersebut menjalankan tugas Allah SWT untuk membedakan antara orang mukmin dan orang kafir. Allah SWT berfirman :
“Dan Apabila perkataan (ketentuan masa kehancuran alam) telah berlaku atas mereka. Kami keluarkan makhluk bergerak yang bernyawadari bumi yang akan mengatakan kepada mereka bahwa manusia dahulu tidak yakin kepada ayat-ayat Kami”. (QS. An-Naml: 82)
Lalu, dalam sebuah hadist, Rasulullah Saw mempertegas tugas hewan tersebut,
“Ad-Dabbah muncul dengan membawa cincin stempel Sulaiman bin Daud dan tongkat Musa bin Imran. Kemudian, Ad-Dabbah itu memoles wajah orang mukmin dengan tongkat tersebut dan menstempel hidung orang kafir dengan cincin tersebut. Sampah-sampai, orang-orang berkumpul dan Ad-Dabbah berkata,’Ini, wahai mukmin. Ini, wahai kafir”. (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)

8. Ketika Al-Qur’an tidak lagi diamalkan. Sabda Rasulullah :
“Hari kiamat tidak akan terjadi sebelum Al-Qur’an pulang kembali ke awalnya sehingga gema Al-Qur’an berdengung di sekitar ‘Arasy seperti dengungan lebah. Kemudian, Allah AWT bertanya,’Ada apa denganmu?’ Al-Qur’an pun menjawab,’Dari-Mu aku keluar dan kepada-Mu aku kembali. Aku dibaca, tetapi tidak diamalkan,’Ketika itulah Al-Qur’an diangkat ke haribaan Allah.” (HR. Ad-Dailami)
9. Hancurnya Ka’bah. Rasulullah SAW bersabda :
“Hari kiamat tidak akan terjadi sebelum Ka’bah tidak lagi didatangi orang untuk menunaikan ibadah haji.” (HR. Hakim dan Abu Ya’la)
2.10 URUTAN PERISTIWA PADA HARI KIAMAT
Peristiwa kiamat berlangsung amat singkat. “...kejadian kiamat itu seperti sekejap mata atau lebih cepat (lagi).” (QS. An-Nahl: 77). Setelah itu Allah mematikan segala jenis makhluk yang masih hidup. Selang beberapa waktu kemudian, Allah membangkitkan semua orang dari alam kubur (QS. Al-Hajj:7). Sejak itulah dimulai kehidupan di alam akhirat yang kekal abadi. “Kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.” (QS Al-A’la : 17)
Ada beberapa rangkaian peristiwa yang harus dilalui oleh umat manusia menuju keabadian hdup di alam akhirat.
1. Nafkhotan, yakni dua kali tiupan sangkakala (terompet) oleh Malaikat Israfil. Tiupa pertama, adalah saat tiba hari kiamat di mana semua makhluk dimatikan oleh Allah SWT. Tiupan kedua adalah sebagai tanda dibangkitkannya umat manusia dari alam kubur. Selisih waktu antara kedua tiupan itu 40 puluh (entah hari, bulan atau tahun –penulis belum menemukan kitab/buku yang menjelaskan hal itu) lamanya.
2. Ba’ats adalah hari dibangkitkannya manusia dari alam kubur untuk mempertanggung-jawabkan amal perbuatannya dalam pengadilan Tuhan. Firman Allah SWT, “Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang (hari) kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuik\lah sesungguhnya kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segunmpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah Kami tentukan, Kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi”.
3. Hasyar, adalah hari dikumpulkannya manusia di Padang Mahsyar untuk diadili dan diputuskan oleh Allah SWT berdasarkan amal perbuatan manusia itu sendiri selama hidup di dunia-apakah dia berhak masuk surga atau harus menghuni neraka. Keadaan di Padang Mahsyar ini amat menyiksa bagio segenap umat manusia, di mana matahari hampir tak berjarak dengan kepala. Dan tidak ada tempat untuk berlindung.
Pada hari itu hanya ada tujuh golongan manusia yang mendapat naungan dari Allah SWT. Mereka adalah :
a. Imam/pemimpin/ penguasa yang adil.
b. Orang yang sejak masa mudanya senantiasa beribadah kepada Allah SWT
c. Lelaki yang hatinya senantiasa terpaut pada masjid
d. Dua orang yang berkasih-sayang karena Allah SWT, mereka berkumpul dan berpisah karena Allah SWT.
e. Orang yang mampu memelihara dan mengendalilkan dirinya dari segala godaan setan dan nafsu buruk terutama masalah syahwat “bawah perut” karena takut kepada Allah SWT
f. Orang yang bersedekah dan merahasiakannya
g. Orang yang mengingat Allah SWT dalam kesunyian (tengah malam), hingga tergetar hatinya akan kebesaran Allah SWT.
4. Syafaat Udhma adalah pertolongan Nabi Muhammad SAW, untuk semua makhluk. Pada waktu itu Nabi SAW memohon kepada Allah SWT agar secepatnya diadakan hisab, dan Allah SWT mengabulkan permohonan beliau.
5. Hisab adalah perhitungan amal baik dan amal buruk segenap umat manusia selama hidup di dunia. Pada waktu itulah banyak manusia menyesal karena selama hidup di dunia telah meragukan kebenaran agama Allah SWT. Mereka itu memohon kepada Allah SWT agar dikembalikan ke dunia untuk beramal shaleh guna menebus kesalahan-kesalahannya, namun tidak dikabulkan.
Ada empat masalah yang diperhitungkan disini :
a. Usianya dihabiskan untuk apa;
b. Masa Mudanya digunakan untuk aoa;
c. Hartanya didapat dari mana dan dibelanjakan untuk apa;
d. Ilmunya dimanfaatkan untuk apa.
Dalam hisab ini, mulut terkunci rapat, tidak bisa mengadakan pembelaan-pembelaan sepatah kata pun. Yang bicara seluruh anggota badan (mata, mulut, telinga, kaki dan tangan) dan mereka mengatakan segala yang telah diperbuatnya dengan sejujur-jujurnya dari perbuatan besar sampai yang sekecil-kecilnya.
6. Mizan (timbangan/neraca) adalah penimbangan antara dosa dan kebajikan setiap manusia.
7. Ita’ul Kitab adalah pemberian/pembukaan buku catatan amal setiap manusia.
8. Haudl (telaga). Setiap Nabi/Rasul memiliki telaga untuk memberi minum umatnya. Nabi Muhammad SAW, memiliki telaga yang bernama Kautsar, namun hanya calaon penghuni surga yang dapat menikmati kelezatan air telaga ini.
9. Shirotol Mustaqim adalah sebuah jembatan/titian yang membentang di atas neraka yang menghubungkan anata Padang Mahsyar dan surga. Permukaan titian tersebut tipis dan tajam. Menurut keterangan dari sahabat Abu Said RA, jembatan ini lebih ttipis dari rambut dan lebih tajam dari mata pedang. Mereka yang sudah dihisab dipersilahkan meilntasi jembatan ini menuju surga. Sulit-mudahnya dan berhasil tidaknya melintasi jembatan ini sepenuhnya ditentukan oleh amal dan ibadah manusia itu sendiri dalam meilntasi jembatan tersebut.
a. Ada manusia yang melintasinya secepat kilat menyambar.
b. Ada manusia yang melintasinya seperti kecepatan angin.
c. Ada manusia yang melintasinya seperti burung terbang.
d. Ada manusia yang melintasinya secepat kuda pacuan.
e. Ada manusia yang melintasinya dengan berlari.
f. Ada manusia yang melintasinya dengan berjalan sehari semalam.
g. Ada manusia yang melintasinya dengan memakan waktu sampai sebuolan, bahkan bertahun.
10. Surga dan Neraka adalah dua tempat kehidupan di alam akhirat yang teramat sangat kontras keadaannya. Surga menjanjikan segala macam kelezatan yang belum penah dinikmati oleh umat manusia selama di dunia. Sebaliknya neraka menjanjikan kesengsaraan, penderitan dan kepedihan yang juga belum pernah dinikmati oleh umat manusia selama hidup di dunia.



















BAB III
PENUTUP
3.1 SIMPULAN
Hari Kiamat adalah hari berakhirnya kehidupan didunia yang fana ini. Banyak orang meragukan, benarkah alam yang sedemikian besar akan musnah begitu saja. Namun sebagai orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kita wajib percaya bahwa kiamat pasti akan terjadi. Ditegaskan dalam Al-Qur’an : “Dan sesungguhnya hari kiamat itu pastilah datang, tak ada keraguan padanya.” (QS. Al-Hajj: 7).
Lalu kapankah hari kiamat itu tiba? Tidak ada seorang pun yang tahu. Juga tidak ada yang dapat meramalkannya. Al-Qur’an sendiri tidak memastikan waktunya kiamat. Namun kiamat menurut Al-Qur’an sudah dekat. “Dan tahukah kamu, boleh jadi hari kiamat itu sudah dekat.” (QS. Asy Syuro : 17). Hal ini juga ditegaskan dalam hadist Anas RA mengatakan, Muhammad Rasulullah SAW bersabda,”Jarak waktu (antara) aku diutus dengan kedatangnnya hari kiamat seperti ini (beliau merapatkan telunjuk dan jari tengah)”. (HR. Muslim)
Terjadinya kiamat ditandai dengan tiupan terompet Malaikat Isrofil. “Dan pada hari ditiup sangkakala, maka terkejutlah siapa yang ada dilangit dan siapa yang ada di bumi, kecuali siapa yang dikehendaki Allah” (QS. An-Naml: 87). Lalu bumi dan gunung-gunung berguncang dan jadilah gunung itu tumpukan pasir yang beterbangan (QS. Al Muzammil: 14); bumi bergoncang (QS. Al-Insyiqoq :1); bumi di goncangkan dengan goncangan yang sangat dahsyat dan bumi mengeluarkan isinya (QS. Al Zalzalah: 1-2); matahari digulung, bintang-bintang berjatuhan, lautan meluap dan langit lenyap. (QS. At Takwir:1,2,3,6 dan 11). Hari itu menjadi penannda masa transisi, perpindahan umat manusia menuju alam akhirat yang baqo, yakni kekal abadi.


3.2 SARAN
Untuk semakin memperkokoh rasa percaya terhadap Hari Kiamat, maka perlu adanya peningkatan pelajaran (ibrah) dari Al-Qur’an dan Hadist. Banyak ayat-ayat Al-Qur’an dan hadist-hadist rasul yang menjelaskan tentang tanda-tanda hari Kiamat dan proses terjadinya hari Kiamat.
Sejauh ini kita harus banyak bermuhasabah diri dan melihat tanda-tanda hari Kiamat dari lingkungan kita, agar kita semua yakin bahwa hari Kiamat pasti akan datang. Kita semua jangan sampai terlena dengan kehidupan dunia yang fana.
Untuk mengembangkan rasa percaya dan keyakinan diperlukan niat dan usaha yang sungguh-sungguh untuk mengimani hari kiamat. Sebagai umat Muslim yang baik, dari sekarang alangkah lebih baiknya kita semua mempersiapkan diri dan mempersiapkan bekal kita untuk menghadapi huru-hara hari Kiamat yang menyusahkan.












DAFTAR PUSTAKA

Rijal Hamid, Syamsul. 2008. Buku Pintar Agama Islam : Edisi Yang Disempurnakan. Bogor. Lembaga Pengajaran/Kajian dan Konsultasi Agama Islam (LPKAI) “CAHAYA ISLAM”.

A. Suci, Ahmad. 2010. The Secret of Dajjal. Jakarta. PT Wahyu Media

Al-Adnani, Abu Fatiah. 2007. Fitnah & Petaka Akhir Zaman : Detik-Detik Menuju Hari Kehancuran Alam Semesta. Surakarta. Granada Mediatama.
http//: www.sunatullah.com

0 comments: