Krisis
Uni Eropa
Oleh
: Arip Perbawa 120310100029
Sebagaimana
kita ketahui bahwa sekarang ini Negara-negara Eropa sedang dilanda bencana
krisis keuangan. Negara yang pada satu dasawarasa ke belakang menguasau
perekonomian dunia, sekarang ini seperti ‘macan ompong’ yang tidak mempunyai
taji. Tingkat economic growth yang hanya rata-rata dibawah 1% kalah dengan
beberapa Negara berkembang seperti Cina, India, Brazil dan Rusia bahkan dengan
Indonesia. Ini diakibatkan dari krisis perbankan Uni Eropa dan krisis utang yang
dialamai Negara Yunani yang hampir saja bangkrut bahkan hancur, apabila tidak
ada bantuan dari Negara Eropa lainnya. Disinilah terlihat bahwa kesatuan
Negara-negara yang berada diwilayah eropa sangat erat dan kuat. Mereka saling
membantu antar satu Negara dengan Negara yang lainnya, subsidi silang dana pun
terjadi. Berbeda dengan Negara-negara di Asia dan Timur Tengahm yang mana
walaupun sebagian besar penduduknya adalah muslim namun rasa kebersamaan untuk
membantu antar Negara yang satu dengan yang lainnya tidak nampak, malah yang
terlihat adalah posisi saling sikut-menyikut dan ingin menjatuhkan.
Pada
tahun 2007, sebenarnya perekonomian terkena krisis yang berdampak dari krisis
ekonomi Amerika Serikat. Sejak saat itu sampai sekarang uni eropa belum bisa
bangkit sepenuhnya dari krisis tersebut. Sebagaimana kita ketahui bahwa krisis
dari Negara Yunani ternyata memberikan dampak negative terhadap Negara-negara
lainnya, ada Portugal, Perancis, Italia, irlandia bahkan Negara ekonomi terkuat
seperti Jerman pun ikut kena imbasnya. Mereka mencari bantuan dari IMF untuk
memberikan kucuran dana bail out sebesar
€110 milyar untuk Yunani, €85 milyar untuk Irlandia,dan €78 milyar untuk
Portugal. Ini menjadi pukulan yang telak bagi Negara Uni Eropa yang terkenal
dengan hegemoni kekutan ekonomi abad 20 dan 21 ini.
Ini
menjadi pertanyaan mendasar bahwa bagaimana mungkin Negara-negara yang berada
di bawah naungan Uni Eropa yang terkenal dengan hegemoni ekonominya yang kuat
bisa terkena Krisis ekonomi sebesar ini. Yunani kemungkinan merupakan buah dari kesalahan kebijakan
pemerintahan di masalalu. Pada tahun 1974, Yunani memasuki babak baru
pemerintahan, dari junta militer menjadi sosialis. Pemerintah baru ini kemudian
mengambil banyak utang untuk membiayai subsidi, dana pensiun, gaji PNS, dll.
Utang tersebut terus sajamenumpuk hingga pada tahun 1993, posisi utang Yunani
sudah diatas GDP-nya, dansampai sekarang pun masih demikian. Saat ini utang
Yunani diperkirakan telah mencapai 120% dari posisi GDP-nya, dimana banyak
analis yang memperkirakan bahwa data yang sesungguhnya kemungkinan lebih besar
dari itu.
Hingga awal tahun
2000-an, tidak ada seorang pun yang memperhatikan fakta bahwa utang
Yunani sudah terlalu besar. Malah dari tahun 2000 hingga 2007, Yunani
mencatat pertumbuhan ekonomi hingga 4.2% per tahun, yang merupakan angka
tertinggi di zona Eropa, hasil dari membanjirnya modal asing ke negara
tersebut. Keadaan berbalik ketika pasca krisis global 2008 dimana negara-negara
lain mulai bangkit dari resesi, dua dari sektor ekonomi utama Yunani yaitu
sektor pariwisata dan perkapalan, justru mencatat penurunan pendapatan hingga
15%. Orang-orang punmulai sadar bahwa mungkin ada yang salah dengan
perekonomian Yunani.
Keadaan semakin memburuk
ketika pada awal tahun 2010, diketahuibahwa Pemerintah Yunani telah membayar
Goldman Sachs dan beberapa bank investasilainnya, untuk mengatur transaksi yang
dapat menyembunyikan angka sesungguhnya dari jumlah utang pemerintah.
Pemerintah Yunani juga diketahui telah mengutak-atik data-data statistik
ekonomi makro, sehingga kondisi perekonomian mereka tampak baik-baik saja,
padahal tidak. Pada Mei 2010, Yunani sekali lagi ketahuan telah mengalami
defisit hingga 13.6%. Salah satu penyebab utama dari defisit tersebut adalah
banyaknya kasus penggelapan pajak, yang diperkirakan telahmerugikan negara
hingga US$ 20 milyar per tahun.
Dampak krisis uni eropa ini tidak sedikit
berpengaruh terhadap Negara-negara lain yang berada belahan dunia yang lainnya.
Termasuk Indonesia, ini terjadi walaupun tidak terlalu parah yaitu terhadap
IHSG yang ketika itu anjlok besar-besaran dari posisi 2,971 ke posisi 2,514.
Tetapi secara keseluruhan perekonomian Indonesia sampai saat ini masih “aman”,
tingkat pertumbuhan ekonomi pun berada di 6,3% menurut Bank Indonesia. Kondisi
ini pun harus tetap dijaga, pasar dalam negeri daya belinya harus ditingkatkan
dan melakukan ekspansi ekspor ke Negara-negara yang belum terjamah seperti
Amerika Latin. Kesempatan untuk menjadi kekuatan baru ekonomi dunia bagi Indonesia
terbuka lebar. Pemerintah dan masyarakat harus melihat peluang ini dan kita tetap harus optimis bahwa Indonesia
bisa bangkit.