This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Sunday 7 October 2012

Ingat Sejarah, lupakan Tawuran!


Ingat Sejarah, lupakan Tawuran!
Arip Perbawa*

Rasanya sangat sedih ketika melihat fenomena yang terjadi di wajah pendidikan Indonesia sekarang. Banyak sekali permasalahan yang menyertainya, dan masalah yang paling memilukan dan mencoreng pendidikan kita adalah fenomena tawuran antar pelajar. Pelajar yang notabene adalah orang yang memiliki pendidikan dan terpelajar seharusnya tidak perlu melakukan tawuran dalam menyelsaikan masalah. Pelajar berbeda dengan preman, pelajar adalah orang yang seharusnya menyelsaikan dengan cara-cara yang lebih terdidik, bukan mengedepankan sikap kekerasan fisik.
Masalah tawuran antar pelajar merupakan masalah klasik dari pendidikan Indonesia. Dari dulu sampai sekarang masih saja terjadi tawuran. Yang menjadi pertanyaan penting adalah mengapa fenomena ini sering terjadi???Apakah ini adalah hal yang lumrah bagi bangsa ini???. Sungguh, ketika kita flashback dari sejarah bangsa ini, pelajar mempunyai peran yang sangat penting dalam merebut kemerdekaan. Para pelajar ikut serta berjuang melawan penjajah, tidak sedikit yang mengorbankan nyawanya demi kemerdekaan bangsa ini. Tapi, kita lihat sekarang, semangat perjuangan kemerdekaan para pelajar zaman ini jadi berganti dengan  semangat tawuran dibeberapa sekolah. Para pelajar zaman sekarang lalai dalam mengisi kemerdekaan bangsa Indonesia, mereka lupa bahwa mereka mempunyai tugas untuk meneruskan perjuangan di negeri ini. Ibu pertiwi saat ini sedang bersedih, melihat kondisi para pelajar yang berkelakuan orang kurang ajar. Semangat mengisi kemerdekaan Indonesia perlu kembali dibangkitkan dimasing-masing benak para pelajar. Kita bukan bangsa yang ahli tawuran, kita adalah bangsa timur yang menjunjung tinggi semangat budaya ramah, sopan santun dan budaya timur lainnya.
Banyak faktor penyebab dari  fenomena tawuran antar pelajar saat ini. Dari mulai rasa setia kawan yang berlebihan dalam kelompok, jiwa premanisme dalam diri pelajar, dan budaya tawuran yang mengakar kuat secara turun temurun. Secara garis besar, ada dua concern yang mempengaruhi kehidupan pelajar yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal lebih menitiberatkan mental , jiwa dan psikologis dari setiap pelajar itu sendiri. Mereka belajar internalisasi nilai-nilai dari lingkungan sekitar. Yang menjadi masalah adalah ketika proses internalisasi yang terjadi  adalah penanaman nilai yang salah dan negative , ini akan berdampak bagi kondisi kejiwaan seorang pelajar. Faktor eksternal, juga tidak kalah pentingnya mempunyai pengaruh yang signifikan. Lingkungan Keluarga, teman, dan  masyarakat berperan dalam membentuk karakter seorang pelajar.
Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang seharusnya mempersiapkan pelajar sebagai penerus bangsa ini lebih baik lagi dalam pengelolaannya. Pendidikan karakter harus diterapkan, tidak hanya kemampuan kognitif tetapi juga apektif. Para civitas akademika, pemerintah dan lembaga yang terkait, sudah seharusnya mengambil pelajaran dari masalah tawuran yang terjadi saat ini. Jangan sampai kejadian seperti ini menjadi karakter bangsa kita.
Kita harus menyadari bahwa kemerdekaan Indonesia tidak direbut dengan cara yang mudah, tetapi melalui perjuangan dan salah satunya adalah kelompok pelajar. Kita isi kemerdekaan bangsa ini dengan kegiatan yang positif, prestatif dan kontributif. Bagi para pelajar, masih banyak kegiatan positif yang bisa mereka gunakan untuk mengisi kekosongan waktu, bisa gabung dengan Kelompok ilmiah, organisasi siswa intra sekolah, dan eskul-eskul lainnya. Para pelajar harus menunjukan jati diri seorang yang terpelajar, terdidik, dan intelek dalam berpikir dan berbuat. Para pelajar harus mengharumkan nama Ibu Pertiwi dimata dunia. Soekarno pernah berkata, “Berikan aku sepuluh orang pemuda, maka akan kugoncang dunia”. Sudah saatnya pelajar Indonesia unjuk gigi pada dunia, bahwa kita bisa menjadi bangsa yang berprestasi dan berkarakter dan mewujudkan Indonesia yang lebih baik dan bermartabat.
*Manajemen - Universitas Padjadjara
Peserta PPDMS Reg 2 Bandung

Resensi Buku Pesan-Pesan Islam Rangkaian Kuliah Musim Semi 1953 di Cornell University Amerika Serikat

Judul Buku            : Pesan-Pesan Islam, Rangkain Kuliah Musm Semi 7953 di Cornell University Amerika Serikat
Penulis                  : Agus Salim
Penerbit                 : PT. Mizan Pustaka
Tahun                    : I, Mei 2011
Tebal                     : 389 halaman

Mashudul Haq (pembela kebenaran) atau yang biasa kita kenal dengan Hadji Agus Salim adalah salah satu tokoh pahlawan nasional yang terkenal sebagai penguasa Sembilan bahasa, yaitu : bahasa Jerman, Belanda, Perancis, Arab, Turki, Jepang, Inggris, Indonesia dan bahasa daerah.
Hadji Agus Salim dikenal banyak kalangan sebagai seorang yang memiliki intelektualitas luar biasa, yang kiprahnya tidak hanya di ranah domestik saja, melainkan sampai pada ranah publik internasional. Dengan kualitas Hadji Agus Salim yang serba bisa, ia aktif dan bisa berkiprah mendunia sebagai penerjemah, ahli sejarah, wartawan, sastrawan, diplomat praktisi pendidikan, filsuf dan ulama. Banyak cendikiawan luar negeri yang memujinya karena kemampuannya sebagai seorang jenius dalam bidang bahasa yang mampu menulis dan berbicara dalam banyak bahasa asing.
Dengan berbagai kemampuan yang dikuasainya itu, Hadji Agus Salim diundang sebagai guru besar tamu pada semester musim semi tahun 1953, untuk memberi suatu kursus kuliah tentang agama Islam, dan suatu seminar tentang Islam di Indonesia. Kedua tugas tersebut berjalan dengan lancar dan banyak menimbulkan minat di kalangan kaum mahasiswa. Selama musim semi itu (Januari-Juni), Hadji Agus Salim berhasil memberikan 31 kuliah, yang kesemuanya membicarakan masalah Islam—khususnya sejarah Nabi Muhammad. Semua kuliah Hadji Agus Salim ini kemudian berhasil dibukukan pada tahun 2011, dengan judul “Pesan-Pesan Islam: Rangkaian Kuliah Musim Semi 1935 di Cornel University Amerika Serikat” yang diterbitkan oleh Penerbit Mizan Pustaka, Bandung
Melalui kuliah-kuliahnya ini, Hadji Agus Salim menjadi pelopor dalam mengenalkan Islam di Amerika Serikat (AS) sekaligus membangun dialog antar-peradaban dan iman. Dalam penyampaian kuliahnya itu, di tengah-tengah cerita tentang kisah Nabi Muhammad SAW, Hadji Agus Salim tidak jarang mengutip dan menggunakan cerita-cerita sejarah bangsa-bangsa Barat atau kejadian-kejadian dunia kontemporer. Hal inilah yang menjadi nilai lebih dari Hadji Agus Salim dalam setiap dakwahnya, mengingat kuliah itu disampaikan di depan orang-orang Barat, AS. Semua ini, kalau saya menilai, merupakan pengejewantahan dari hadis Nabi yang intinya; bahwa dakwah harus disampaikan dalam bahasa kaumnya. Dalam konteks buku ini adalah Barat (Eropa).
Selain itu, buku ini juga dilengkapi dengan catatan atau anotasi dari generasi penerusnya, Cut Aswar. Anotasi-anotasi tersebut terdiri dari empat hal; pertama, menerangkan lebih jauh apa yang dimaksud oleh Hadji Agus Salim. Kedua, mengomentari bahwa Hadji Agus Salim pernah membahasnya dalam bentuk senada atau berbeda. Ketiga, mengemukakan teks-teks yang lebih lengkap. Dan keempat, memberi catatan-catatan tentang kekeliruan Hadji Agus Salim dengan mengemukakan alasan-alasan rasional dan historis, yang juga dilengkapi dengan daftar pengambilannya, di mana pembaca bisa merujuk pada sumber aslinya.
Meski isi buku ini disampaikan Hadji Agus Salim pada puluhan tahun silam dan temanya berupa tema yang sudah dibahas banyak buku, namun isi buku ini berbeda dengan buku-buku sejarah Nabi (Muhammad) pada kebanyakan, di mana dalam buku ini ada sisi unik dan menarik yang disampaikan Hadji Agus Salim di dalamnya.
Sisi unik dan menarik yang saya maksud adalah Hadji Agus Salim berhasil berbicara sesuai dengan konteks dan lingkungan tempat penyampaian kuliah waktu itu (AS), yang masih relevan sampai saat ini. Dengan kata lain, Hadji Agus Salim dengan kepiawaiannya berhasil melampaui zamannya, sehingga membaca buku ini, pembaca tidak sekedar membaca gagasan “masa lalu”, namun pembaca juga akan merasakan “masa kini” di lembar-lembar halaman buku ini.
Meminjam istilahnya Anies Baswedan dalam pengantar buku ini (hal, xxxii), bahwa dalam penyampaian kuliahnya di Cornell University ini, Hadji Agus Salim berhasil menjahit masa lalu, masa kini, masa depan menjadi satu pakaian indah yang cocok dengan manusia zaman ini; hangat bagi mereka yang dicekam musim dingin Amerika Utara dan menyejukkan bagi mereka yang berpetualang di padang Arabia.
Tidak hanya itu, dalam buku ini, juga ada hal yang baru dan “menantang”. Dalam satu bagian misalnya, Hadji Agus Salim mencoba menafsiri arti “fardhu” dengan “bagian atau jatah”, bukan “wajib” (hal. 1). Logika dari penafsiran ini adalah, bahwasanya penunaian kewajiban itu bukanlah diperlukan bagi Tuhan, melainkan diperlukan bagi manusia. Untuk itu, jika kita ingin hidup beribadah, maka kita mutlak perlu untuk mematuhi suatu ketertiban, suatu disiplin tertentu. Karena itulah, fardhu adalah bagian atau jatah untuk manusia, yang dianugerahkan atau dikaruniakan Tuhan kepada manusia.
Di bagian lain, Hadji Agus Salim mengungkapkan pendapatnya masalah gender (hal. 308-318). Menurut Hadji Agus Salim, tidak ada aturan tegas dalam agama mengenai boleh tidaknya perempuan terjun dalam dunia publik. Untuk itu, menurutnya, perempuan juga punya peluang untuk menduduki posisi publik (presiden, menteri, gubernur, bupati/wali kota dan sejenisnya), asalkan urusan dapur (baca: rumah tangga) tidak terbengkalai (hal. 313).
Terakhir, buku ini cocok untuk dibaca oleh semua kalangan, baik mereka yang ingin lebih memperdalami sejarah dan ajaran agama (Islam) maupun mereka yang ingin mengetahui lebih banyak gagasan Hadji Agus Salim—khususnya tentang keislaman.

MASIH PENTINGKAH OSPEK????


MASIH PENTINGKAH OSPEK????
Oleh : Arip Perbawa*

Masih ingatkah kejadian Bullying yang terjadi di SMA Don Bosco yang baru-baru ini???Atau kejadian IPDN pada tahun 2003??? Itu adalah bagian dari masalah yang terjadi ketika proses masa orientasi/pengenalan pada suatu kampus atau sekolah. Pukulan, tendangan atau hukuman-hukuman fisik lainnya  menjadi ketakutan bahkan phobia bagi sebagian calon mahasiswa dalam mengikuti ospek. Opini yang beredar mengenai ospek selama ini sering adalah masa perploncoan untuk memasuki kampus.  Bahkan banyak orang tua dari mahasiswa baru yang meminta untuk ‘dihilangkan’ program ospek dikampus. Karena pada dasarnya ospek sudah dilarang ketika dengan dikeluarkannya SK Dirjen Dikti No.38/DIKTI/Kep 2000. Padahal apabila diamati secara cermat, antara ospek dan perploncoan mempunyai subjek yang berbeda. Ospek akan lebih mengenalkan sistem dunia perkampusan baru bagi mahasiswa baru, sedangkan perploncoan adalah proses yang terjadi dalam ospek itu sendiri, yang lebih identik dengan tindakan kekerasan baik berupa fisik, verbal  ataupun mental. Sehingga Apabila kita lihat, maka yang seharusnya dihilangkan adalah adalah proses perploncoannya itu bukan ospeknya.
Ospek atau orientasi pengenalan kampus merupakan kegiatan rutin yang diselanggarakan oleh pihak kampus yang bertujuan untuk mengenalkan mahasiswa baru pada system kampus, baik itu mengenai peraturan, kondisi dan suasana belajar. Sebenarnya ospek juga membantu mahasiswa baru untuk berinteraksi dengan civitas akademika yang ada dikampusnya, baik itu dosen, karyawan dan mahasiswa. Ketika seorang mahasiswa baru tidak mengikuti ospek, sebenarnya akan mengalami beberapa kerugian. Seperti akan sulit beradaptasi dengan lingkungan kampus, sulit untuk mengembangkan jaringan persahabatan, menganalisa lingkungan yang nyaman bahkan bisa ‘diasingkan’ oleh lingkungannya karena sulit untuk beradaptasi. Oleh karena itu, ospek adalah jalan pembuka bagi mahasiswa baru untuk menganalisa SWOT dirinya terhadap lingkungan kampus baru atau sebaliknya.
Bagi sebagian orang yang mendukung diadakannya ospek, karena merasa bahwa ospek itu berguna bagi mahasiswa baru, tetapi harus ada perubahan dalam wujud nyata dilapangan dan konsep prosesnya dan mengembalikan kembali fungsi awal dan dasar dari diadakannya ospek. Menurut filosofi dan konsepsinya ospek semula dirancang untuk memperkenalkan dan mengadaptasikan kehidupan kampus kepada mahasiswa baru.
Walaupun pada masa sekarang sudah banyak lembaga mahasiswa di perguruan tinggi yang sudah berikrar untuk menghapuskan unsur perpeloncoan dalam kegiatan ospek, namun dalam implementasinya di lapangan masih banyak ditemukan adanya unsur perpeloncoan yang dilakukan oleh panitia ospek. Bahkan tidak hanya itu kontak fisik yang menjurus ke hilangnya nyawa seseorang pun masih terjadi tiap tahunnya dalam kegiatan ospek. Banyak faktor yang membuat ospek menjadi ajang kekerasan, seperti kurangnya controlling dari pihak rektorat/dekanat, ingin diakuinya eksistensi senior, ajang balas dendam senior, ataupun anggapan sebagai ‘adat turun temurun’ dari tahun-tahun sebelumnya yang harus dilestarikan. Masalah yang terjadi adalah senioritas. Pihak senior merasa bahwa hal-hal seperti tindakan fisik adalah hal yang perlu diberikan kepada juniornya agar para junior bisa memberikan rasa hormat. Padahal untuk untuk menciptakan kharisma seorang senior yang dihormati tidak perlu menggunakan kekerasan, tetapi tunjukkanlah prestasi baik akademik ataupun non-akademik karena dengan berjalannya waktu, para mahasiswa baru akan mencari para seniornya yang memiliki prestasi untuk dijadikan ‘panutan’ dalam memasuki dunia kampus.
Inovasi kegiatan ospek yang sehat seperti ‘sharing’ masalah-masalah seputar kampus, seminar dengan para mahasiswa berprestasi ataupun tugas membuat makalah dari suatu kasus akan lebih bermakna bagi para mahasiswa baru dan itu akan menumbuhkan nilai-nilai positif untuk kedepan dalam mengarungi dunia perkuliahan. Para mahasiswa baru akan terpecut semangatnya untuk berprestasi dan pentingnya memberikan kontribusi bagi almamaternya. Kegiatan ospek yang inovatif dan sehat dari perploncoan harus perlu dukungan dari banyak pihak, baik dari pihak rektorat/dekanat, dosen, karyawan dan mahasiswa. Disini harus dibangun rasa kepedulian untuk menciptakan kegiatan ospek yang lebih bermakna. Karena selayaknya kampus adalah tempat untuk mencari ilmu, bukan tempat untuk kekerasan dan penindasan. Sangat ironi ketika tempat yang ‘suci’ menjadi ajang untuk pamer kekerasan dan egoisme dari senior. Ini menjadi pertanyaan apakah orang-orang terdidik kelakuannya seperti orang yang tidak terdidik. Tentu tidak etis apabila kita disamakan dengan orang yang tidak terdidik.
Jumlah mahasiswa di Indonesia hanya 2% dari total penduduk Indonesia. Sudah selayaknya mahasiswa yang merupakan calon pemimpin masa depan berprilaku yang mencerminkan seorang pemimpin. Karena itu ospek yang selama ini sering memperlihatkan kekerasan fisik,verbal dan psikis harus diganti dengan ospek yang bervisi humanis yang mencerahkan jiwa dan pikiran mahasiswa baru. Ospek yang selama ini mempertontonkan hegemoni dan arogansi kekuasaan harus diagnti dengan ospek yang lebih memperlihatkan kearifan, kesantunan, keteladanan dan keramahan yang mendidik dan tetap tidak ada pihak yang merasa dirugikan dalam kegiatan ini.  

*Peserta PPSDMS Reg 2 bandung, Manajemen S1-Unpad