Ingat Sejarah, lupakan
Tawuran!
Arip Perbawa*
Rasanya
sangat sedih ketika melihat fenomena yang terjadi di wajah pendidikan Indonesia
sekarang. Banyak sekali permasalahan yang menyertainya, dan masalah yang paling
memilukan dan mencoreng pendidikan kita adalah fenomena tawuran antar pelajar.
Pelajar yang notabene adalah orang yang memiliki pendidikan dan terpelajar
seharusnya tidak perlu melakukan tawuran dalam menyelsaikan masalah. Pelajar
berbeda dengan preman, pelajar adalah orang yang seharusnya menyelsaikan dengan
cara-cara yang lebih terdidik, bukan mengedepankan sikap kekerasan fisik.
Masalah
tawuran antar pelajar merupakan masalah klasik dari pendidikan Indonesia. Dari
dulu sampai sekarang masih saja terjadi tawuran. Yang menjadi pertanyaan
penting adalah mengapa fenomena ini sering terjadi???Apakah ini adalah hal yang
lumrah bagi bangsa ini???. Sungguh, ketika kita flashback dari sejarah bangsa
ini, pelajar mempunyai peran yang sangat penting dalam merebut kemerdekaan.
Para pelajar ikut serta berjuang melawan penjajah, tidak sedikit yang
mengorbankan nyawanya demi kemerdekaan bangsa ini. Tapi, kita lihat sekarang,
semangat perjuangan kemerdekaan para pelajar zaman ini jadi berganti dengan semangat tawuran dibeberapa sekolah. Para
pelajar zaman sekarang lalai dalam mengisi kemerdekaan bangsa Indonesia, mereka
lupa bahwa mereka mempunyai tugas untuk meneruskan perjuangan di negeri ini.
Ibu pertiwi saat ini sedang bersedih, melihat kondisi para pelajar yang
berkelakuan orang kurang ajar. Semangat mengisi kemerdekaan Indonesia perlu
kembali dibangkitkan dimasing-masing benak para pelajar. Kita bukan bangsa yang
ahli tawuran, kita adalah bangsa timur yang menjunjung tinggi semangat budaya
ramah, sopan santun dan budaya timur lainnya.
Banyak
faktor penyebab dari fenomena tawuran
antar pelajar saat ini. Dari mulai rasa setia kawan yang berlebihan dalam
kelompok, jiwa premanisme dalam diri pelajar, dan budaya tawuran yang mengakar
kuat secara turun temurun. Secara garis besar, ada dua concern yang mempengaruhi
kehidupan pelajar yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal
lebih menitiberatkan mental , jiwa dan psikologis dari setiap pelajar itu
sendiri. Mereka belajar internalisasi nilai-nilai dari lingkungan sekitar. Yang
menjadi masalah adalah ketika proses internalisasi yang terjadi adalah penanaman nilai yang salah dan negative
, ini akan berdampak bagi kondisi kejiwaan seorang pelajar. Faktor eksternal,
juga tidak kalah pentingnya mempunyai pengaruh yang signifikan. Lingkungan
Keluarga, teman, dan masyarakat berperan
dalam membentuk karakter seorang pelajar.
Sekolah
merupakan lembaga pendidikan yang seharusnya mempersiapkan pelajar sebagai
penerus bangsa ini lebih baik lagi dalam pengelolaannya. Pendidikan karakter
harus diterapkan, tidak hanya kemampuan kognitif tetapi juga apektif. Para
civitas akademika, pemerintah dan lembaga yang terkait, sudah seharusnya
mengambil pelajaran dari masalah tawuran yang terjadi saat ini. Jangan sampai
kejadian seperti ini menjadi karakter bangsa kita.
Kita
harus menyadari bahwa kemerdekaan Indonesia tidak direbut dengan cara yang
mudah, tetapi melalui perjuangan dan salah satunya adalah kelompok pelajar.
Kita isi kemerdekaan bangsa ini dengan kegiatan yang positif, prestatif dan
kontributif. Bagi para pelajar, masih banyak kegiatan positif yang bisa mereka
gunakan untuk mengisi kekosongan waktu, bisa gabung dengan Kelompok ilmiah,
organisasi siswa intra sekolah, dan eskul-eskul lainnya. Para pelajar harus
menunjukan jati diri seorang yang terpelajar, terdidik, dan intelek dalam
berpikir dan berbuat. Para pelajar harus mengharumkan nama Ibu Pertiwi dimata
dunia. Soekarno pernah berkata, “Berikan aku sepuluh orang pemuda, maka akan
kugoncang dunia”. Sudah saatnya pelajar Indonesia unjuk gigi pada dunia, bahwa
kita bisa menjadi bangsa yang berprestasi dan berkarakter dan mewujudkan
Indonesia yang lebih baik dan bermartabat.
*Manajemen - Universitas Padjadjara
Peserta PPDMS Reg 2 Bandung