Sunday 7 October 2012

MASIH PENTINGKAH OSPEK????


MASIH PENTINGKAH OSPEK????
Oleh : Arip Perbawa*

Masih ingatkah kejadian Bullying yang terjadi di SMA Don Bosco yang baru-baru ini???Atau kejadian IPDN pada tahun 2003??? Itu adalah bagian dari masalah yang terjadi ketika proses masa orientasi/pengenalan pada suatu kampus atau sekolah. Pukulan, tendangan atau hukuman-hukuman fisik lainnya  menjadi ketakutan bahkan phobia bagi sebagian calon mahasiswa dalam mengikuti ospek. Opini yang beredar mengenai ospek selama ini sering adalah masa perploncoan untuk memasuki kampus.  Bahkan banyak orang tua dari mahasiswa baru yang meminta untuk ‘dihilangkan’ program ospek dikampus. Karena pada dasarnya ospek sudah dilarang ketika dengan dikeluarkannya SK Dirjen Dikti No.38/DIKTI/Kep 2000. Padahal apabila diamati secara cermat, antara ospek dan perploncoan mempunyai subjek yang berbeda. Ospek akan lebih mengenalkan sistem dunia perkampusan baru bagi mahasiswa baru, sedangkan perploncoan adalah proses yang terjadi dalam ospek itu sendiri, yang lebih identik dengan tindakan kekerasan baik berupa fisik, verbal  ataupun mental. Sehingga Apabila kita lihat, maka yang seharusnya dihilangkan adalah adalah proses perploncoannya itu bukan ospeknya.
Ospek atau orientasi pengenalan kampus merupakan kegiatan rutin yang diselanggarakan oleh pihak kampus yang bertujuan untuk mengenalkan mahasiswa baru pada system kampus, baik itu mengenai peraturan, kondisi dan suasana belajar. Sebenarnya ospek juga membantu mahasiswa baru untuk berinteraksi dengan civitas akademika yang ada dikampusnya, baik itu dosen, karyawan dan mahasiswa. Ketika seorang mahasiswa baru tidak mengikuti ospek, sebenarnya akan mengalami beberapa kerugian. Seperti akan sulit beradaptasi dengan lingkungan kampus, sulit untuk mengembangkan jaringan persahabatan, menganalisa lingkungan yang nyaman bahkan bisa ‘diasingkan’ oleh lingkungannya karena sulit untuk beradaptasi. Oleh karena itu, ospek adalah jalan pembuka bagi mahasiswa baru untuk menganalisa SWOT dirinya terhadap lingkungan kampus baru atau sebaliknya.
Bagi sebagian orang yang mendukung diadakannya ospek, karena merasa bahwa ospek itu berguna bagi mahasiswa baru, tetapi harus ada perubahan dalam wujud nyata dilapangan dan konsep prosesnya dan mengembalikan kembali fungsi awal dan dasar dari diadakannya ospek. Menurut filosofi dan konsepsinya ospek semula dirancang untuk memperkenalkan dan mengadaptasikan kehidupan kampus kepada mahasiswa baru.
Walaupun pada masa sekarang sudah banyak lembaga mahasiswa di perguruan tinggi yang sudah berikrar untuk menghapuskan unsur perpeloncoan dalam kegiatan ospek, namun dalam implementasinya di lapangan masih banyak ditemukan adanya unsur perpeloncoan yang dilakukan oleh panitia ospek. Bahkan tidak hanya itu kontak fisik yang menjurus ke hilangnya nyawa seseorang pun masih terjadi tiap tahunnya dalam kegiatan ospek. Banyak faktor yang membuat ospek menjadi ajang kekerasan, seperti kurangnya controlling dari pihak rektorat/dekanat, ingin diakuinya eksistensi senior, ajang balas dendam senior, ataupun anggapan sebagai ‘adat turun temurun’ dari tahun-tahun sebelumnya yang harus dilestarikan. Masalah yang terjadi adalah senioritas. Pihak senior merasa bahwa hal-hal seperti tindakan fisik adalah hal yang perlu diberikan kepada juniornya agar para junior bisa memberikan rasa hormat. Padahal untuk untuk menciptakan kharisma seorang senior yang dihormati tidak perlu menggunakan kekerasan, tetapi tunjukkanlah prestasi baik akademik ataupun non-akademik karena dengan berjalannya waktu, para mahasiswa baru akan mencari para seniornya yang memiliki prestasi untuk dijadikan ‘panutan’ dalam memasuki dunia kampus.
Inovasi kegiatan ospek yang sehat seperti ‘sharing’ masalah-masalah seputar kampus, seminar dengan para mahasiswa berprestasi ataupun tugas membuat makalah dari suatu kasus akan lebih bermakna bagi para mahasiswa baru dan itu akan menumbuhkan nilai-nilai positif untuk kedepan dalam mengarungi dunia perkuliahan. Para mahasiswa baru akan terpecut semangatnya untuk berprestasi dan pentingnya memberikan kontribusi bagi almamaternya. Kegiatan ospek yang inovatif dan sehat dari perploncoan harus perlu dukungan dari banyak pihak, baik dari pihak rektorat/dekanat, dosen, karyawan dan mahasiswa. Disini harus dibangun rasa kepedulian untuk menciptakan kegiatan ospek yang lebih bermakna. Karena selayaknya kampus adalah tempat untuk mencari ilmu, bukan tempat untuk kekerasan dan penindasan. Sangat ironi ketika tempat yang ‘suci’ menjadi ajang untuk pamer kekerasan dan egoisme dari senior. Ini menjadi pertanyaan apakah orang-orang terdidik kelakuannya seperti orang yang tidak terdidik. Tentu tidak etis apabila kita disamakan dengan orang yang tidak terdidik.
Jumlah mahasiswa di Indonesia hanya 2% dari total penduduk Indonesia. Sudah selayaknya mahasiswa yang merupakan calon pemimpin masa depan berprilaku yang mencerminkan seorang pemimpin. Karena itu ospek yang selama ini sering memperlihatkan kekerasan fisik,verbal dan psikis harus diganti dengan ospek yang bervisi humanis yang mencerahkan jiwa dan pikiran mahasiswa baru. Ospek yang selama ini mempertontonkan hegemoni dan arogansi kekuasaan harus diagnti dengan ospek yang lebih memperlihatkan kearifan, kesantunan, keteladanan dan keramahan yang mendidik dan tetap tidak ada pihak yang merasa dirugikan dalam kegiatan ini.  

*Peserta PPSDMS Reg 2 bandung, Manajemen S1-Unpad

0 comments: