MASIH
PENTINGKAH OSPEK????
Oleh
: Arip Perbawa*
Masih ingatkah kejadian Bullying yang terjadi di SMA
Don Bosco yang baru-baru ini???Atau kejadian IPDN pada tahun 2003??? Itu adalah
bagian dari masalah yang terjadi ketika proses masa orientasi/pengenalan pada
suatu kampus atau sekolah. Pukulan, tendangan atau hukuman-hukuman fisik
lainnya menjadi ketakutan bahkan phobia
bagi sebagian calon mahasiswa dalam mengikuti ospek. Opini yang beredar
mengenai ospek selama ini sering adalah masa perploncoan untuk memasuki kampus.
Bahkan banyak orang tua dari mahasiswa
baru yang meminta untuk ‘dihilangkan’ program ospek dikampus. Karena pada
dasarnya ospek sudah dilarang ketika dengan dikeluarkannya SK Dirjen Dikti
No.38/DIKTI/Kep 2000. Padahal apabila diamati secara cermat, antara ospek dan
perploncoan mempunyai subjek yang berbeda. Ospek akan lebih mengenalkan sistem dunia
perkampusan baru bagi mahasiswa baru, sedangkan perploncoan adalah proses yang
terjadi dalam ospek itu sendiri, yang lebih identik dengan tindakan kekerasan
baik berupa fisik, verbal ataupun
mental. Sehingga Apabila kita lihat, maka yang seharusnya dihilangkan adalah
adalah proses perploncoannya itu bukan ospeknya.
Ospek atau orientasi pengenalan kampus merupakan
kegiatan rutin yang diselanggarakan oleh pihak kampus yang bertujuan untuk
mengenalkan mahasiswa baru pada system kampus, baik itu mengenai peraturan,
kondisi dan suasana belajar. Sebenarnya ospek juga membantu mahasiswa baru
untuk berinteraksi dengan civitas akademika yang ada dikampusnya, baik itu
dosen, karyawan dan mahasiswa. Ketika seorang mahasiswa baru tidak mengikuti
ospek, sebenarnya akan mengalami beberapa kerugian. Seperti akan sulit
beradaptasi dengan lingkungan kampus, sulit untuk mengembangkan jaringan
persahabatan, menganalisa lingkungan yang nyaman bahkan bisa ‘diasingkan’ oleh
lingkungannya karena sulit untuk beradaptasi. Oleh karena itu, ospek adalah
jalan pembuka bagi mahasiswa baru untuk menganalisa SWOT dirinya terhadap
lingkungan kampus baru atau sebaliknya.
Bagi sebagian orang yang mendukung diadakannya
ospek, karena merasa bahwa ospek itu berguna bagi mahasiswa baru, tetapi harus
ada perubahan dalam wujud nyata dilapangan dan konsep prosesnya dan
mengembalikan kembali fungsi awal dan dasar dari diadakannya ospek. Menurut
filosofi dan konsepsinya ospek semula dirancang untuk memperkenalkan dan
mengadaptasikan kehidupan kampus kepada mahasiswa baru.
Walaupun pada masa sekarang sudah banyak lembaga
mahasiswa di perguruan tinggi yang sudah berikrar untuk menghapuskan unsur
perpeloncoan dalam kegiatan ospek, namun dalam implementasinya di lapangan
masih banyak ditemukan adanya unsur perpeloncoan yang dilakukan oleh panitia
ospek. Bahkan tidak hanya itu kontak fisik yang menjurus ke hilangnya nyawa
seseorang pun masih terjadi tiap tahunnya dalam kegiatan ospek. Banyak faktor
yang membuat ospek menjadi ajang kekerasan, seperti kurangnya controlling dari
pihak rektorat/dekanat, ingin diakuinya eksistensi senior, ajang balas dendam
senior, ataupun anggapan sebagai ‘adat turun temurun’ dari tahun-tahun
sebelumnya yang harus dilestarikan. Masalah yang terjadi adalah senioritas.
Pihak senior merasa bahwa hal-hal seperti tindakan fisik adalah hal yang perlu
diberikan kepada juniornya agar para junior bisa memberikan rasa hormat. Padahal
untuk untuk menciptakan kharisma seorang senior yang dihormati tidak perlu
menggunakan kekerasan, tetapi tunjukkanlah prestasi baik akademik ataupun
non-akademik karena dengan berjalannya waktu, para mahasiswa baru akan mencari
para seniornya yang memiliki prestasi untuk dijadikan ‘panutan’ dalam memasuki
dunia kampus.
Inovasi kegiatan ospek yang sehat seperti ‘sharing’
masalah-masalah seputar kampus, seminar dengan para mahasiswa berprestasi
ataupun tugas membuat makalah dari suatu kasus akan lebih bermakna bagi para
mahasiswa baru dan itu akan menumbuhkan nilai-nilai positif untuk kedepan dalam
mengarungi dunia perkuliahan. Para mahasiswa baru akan terpecut semangatnya
untuk berprestasi dan pentingnya memberikan kontribusi bagi almamaternya.
Kegiatan ospek yang inovatif dan sehat dari perploncoan harus perlu dukungan
dari banyak pihak, baik dari pihak rektorat/dekanat, dosen, karyawan dan
mahasiswa. Disini harus dibangun rasa kepedulian untuk menciptakan kegiatan
ospek yang lebih bermakna. Karena selayaknya kampus adalah tempat untuk mencari
ilmu, bukan tempat untuk kekerasan dan penindasan. Sangat ironi ketika tempat
yang ‘suci’ menjadi ajang untuk pamer kekerasan dan egoisme dari senior. Ini
menjadi pertanyaan apakah orang-orang terdidik kelakuannya seperti orang yang
tidak terdidik. Tentu tidak etis apabila kita disamakan dengan orang yang tidak
terdidik.
Jumlah mahasiswa di Indonesia hanya 2% dari total
penduduk Indonesia. Sudah selayaknya mahasiswa yang merupakan calon pemimpin
masa depan berprilaku yang mencerminkan seorang pemimpin. Karena itu ospek yang
selama ini sering memperlihatkan kekerasan fisik,verbal dan psikis harus
diganti dengan ospek yang bervisi humanis yang mencerahkan jiwa dan pikiran
mahasiswa baru. Ospek yang selama ini mempertontonkan hegemoni dan arogansi
kekuasaan harus diagnti dengan ospek yang lebih memperlihatkan kearifan, kesantunan,
keteladanan dan keramahan yang mendidik dan tetap tidak ada pihak yang merasa
dirugikan dalam kegiatan ini.
*Peserta PPSDMS Reg 2 bandung, Manajemen S1-Unpad
0 comments:
Post a Comment