Friday 16 August 2013

Ramadhan : Ajang Transformasi Diri




Ramadhan merupakan bulan suci penuh keberkahan, rahmat serta ampunan dari Allah. Selain memerintah shaum, dalam menyambut menjelang bulan Ramadhan, Rasulullah selalu memberikan beberapa nasehat dan pesan-pesan. Inilah ‘azimat’ Nabi tatkala memasuki Ramadhan. Wahai manusia! Sungguh telah datang pada kalian bulan Allah dengan membawa berkah rahmat dan maghfirah. Bulan yang paling mulia disisi Allah. Hari-harinya adalah hari-hari yang paling utama. Malam-malamnya adalah malam-malam yang paling utama. Jam demi jamnya adalah jam-jam yang paling utama. Inilah bulan ketika kamu diundang menjadi tamu Allah dan dimuliakan oleh-Nya. Di bulan ini nafas-nafasmu menjadi tasbih, tidurmu ibadah, amal-amal kita diterima dan doa-doa kita diijabah. Bermohonlah kepada Allah Rabb dengan niat yang tulus dan hati yang suci agar Allah membimbing kita untuk melakukan shiyam dan membaca Kitab-Nya.
Namun sayangnya sambutan datangnya bulan Ramadhan ini dimaknai berbeda oleh berbagai kalangan masyarakat baik ustaz, pedagang, politikus, bahkan sampai ke kalangan pelawak dan artis. Bulan Ramadhan di Indonesia dan negara dengan penduduk mayoritas Islam pada umumnya dapat dihubungkan dengan meningkatnya daya beli dan perilaku konsumtif masyarakat akan barang dan jasa.
Bagi sebagian ustadz mungkin ini dianggap sebagai ajang “bisnis dakwah”, dimana mereka bisa menghasilkan uang selama ramadhan dengan mengisi berbagai pengajian dari satu mesjid ke mesjid yang lain. Bagi pedagang pun ini merupakan bulan berkah karena bisa meraih penghasilan yang lebih tinggi, omzet yang melonjak dibandingkan hari-hari lain diluar Ramadhan. Seperti meningkatnya pemesan kubah masjid, karpet salat, dan lain-lain yang dipesan dalam rangka memasuki bulan Ramadhan. Fenomena ini secara kasat mata terlihat dengan menjamurnya para pedagang musiman yang menjajakan berbagai komoditas mulai dari makanan hingga pakaian, di ruang-ruang publik terutama di pinggir jalanan. Di samping juga maraknya penyelenggaraan bazaar baik yang disponsori oleh pemerintah, swasta, organisasi tertentu maupun swadaya masyarakat. Beberapa politikus pun tidak tinggal diam memanfaatkan momen seperti ini. Ramadhan dimanfaatkan sekelompok politikus untuk membangun imej di tengah masyarakat. Ada yang memakai momen ucapan selamat berbuka puasa dari salah satu partai plus audio visual penyantunan anak yatim, ada pula yang memakai pesan- pesan 'jitu' agar pemirsa tahu, mau, dan mampu bersama-sama menjadi bagian dari partai di iklan televisi itu. Alhasil, selain berlomba-lomba meraih pahala, momen Ramadhan juga dijadikan ajang membentuk citra diri sebuah lembaga agar dikenal luas oleh khalayak. Disamping itu menjelang bulan Ramadhan, media pun tidak mau ketinggalan menyuguhkan berbagai acara Ramadhan. Yang paling banyak ialah sinetron Ramadhan atau yang dikenal dengan sinetron religius dan acara lawak menjelang buka dan sahur dengan mengontrak para aktor-aktor atau pelawak-pelawak terkenal. Mereka sengaja menayangkan sinetron semacam ini untuk membidik umat Islam yang ruhiahnya sedang meningkat. Hal ini selain menguntungkan para artis dan pelawak dengan bayaran yang tinggi, juga menguntungkan media yang menayangkan acara tersebut
Yang menjadi pertanyaan mendasar ialah apakah puasa Ramadhan ini hanya akan dimaknai sekedar memuaskan hawa nafsu semata dengan keuntungan-keuntungan duniawi? Apakah amal-amal dalam puasa dilakukan dengan sepenuh hati keihklasan mengharap ridho Allah sebagaimana yang dipesankan oleh Rasulallah dalam setiap menyambut bulan Ramadhan? Inilah yang dinamakan puasa untuk mengontrol diri, baik ketika menjadi ustaz, pemimpin, politikus, pedagang, artis, pelawak maupun ulama dan masyarakat. Bulan Ramadhan adalah bulan pendidikan (syahru at tarbiyah) oleh karena itu Ramadhan ini diharapkan sebagai barometer mengukur keshalihan individu dan kesalehan sosial.
Ramadhan kita jadikan untuk bertransformasi diri, menuju seorang pribadi yang lebih baik. Puasa sendiri telah memberi kita sebuah pilihan untuk menjadi seseorang dengan level terbaik (muttaqin), dengan catatan ia mampu memanfaatkan momentum yang ada.
Ramadhan dapat difungsikan sebagai bulan perenungan terhadap aktivitas kita. Dengan Ramadhan, sejenak kita melakukan renungan atas orientasi hidup. Tujuan-tujuan, serta cita-cita yang akan kita capai selama hidup. Ramadhan adalah bulan pelatihan dan perancangan kehidupan, sebagai bekal untuk menempuh sebelas bulan ke depan. Awal dari transformasi diri, jika kita pandang dari sudut pandang agama, adalah memulai dari pertanyaan, “Sudah benarkah keyakinan terhadap Allah yang selama ini kita pegang teguh”? Islam menempatkan ketauhidan yang benar sebagai fondasi dari keberagamaan, dan fondasi dari perbaikan diri.
Tauhid tidak hanya meyakini bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, sebagaimana diucapkan dalam syahadat, tetapi juga mengambil konsekuensi dari ucapan tersebut. Ketika kita yakin dengan Allah, kita pun harus pula mentransformasikan keyakinan kita kepada Allah tersebut dalam segenap aktivitas sosial kita. Inilah yang dimaksud oleh Prof. Dr. Amien Rais sebagai “tauhid sosial”, transformasi tauhid dalam konteks sosial-politik.
Dalam aktivitas bermasyarakat, keyakinan kepada Allah dan Rasulullah akan membuat kita meneladani perilaku Rasulullah, sahabat, dan salafush-shalih dalam kehidupan sosial kita. Sehingga, perilaku kita akan lebih terkontrol dan mampu memberikan kontribusi kepada masyarakat dengan akhlak yang baik. Bulan Ramadhan akan memberikan pendidikan kontrol diri kepada kita.
Oleh karena itu, sudah seharusnya kita menjadikan Ramadhan ini sebagai ajang transformasi diri dengan terus berintrospeksi dan melakukan perbaikan. Allah telah menjadikan Ramadhan sebagai sebuah tantangan bagi kita dalam memerangi nafsu dengan puasa di siang hari dan ibadah di malam hari. (AP)

0 comments: